Kisah Warga Barat Laut Suriah: Hidup Ketakutan dalam Perang dan Paska Gempa Bumi

photo author
- Jumat, 9 Februari 2024 | 13:14 WIB
Tenda pengungsi di Provinsi Adlib, Barat Laut Suriah. Foto: TOPMEDIA / MSF
Tenda pengungsi di Provinsi Adlib, Barat Laut Suriah. Foto: TOPMEDIA / MSF

TOPEMDIA - “Kami tinggal di tenda,  anak-anak takut dengan rumah dan bangunan. Kami sangat lelah,” kata Hind, ibu lima anak berusia 36 tahun di Afrin, Provinsi Idlib, Suriah barat laut.

Masyarakat di barat laut Suriah merupakan wilayah yang bergulat dengan dampak krisis ekonomi dan perang , ditambah dengan gempa bumi dahsyat yang melanda Suriah barat laut dan Türkiye selatan pada tanggal 6 Februari 2023.

“Gempa bumi menciptakan kemiskinan, tunawisma dan pengungsian serta penurunan kondisi kehidupan masyarakat, ambruknya sistem pendidikan serta kerusakan infrastruktur,” kata kepala misi Médecins sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas Batas, Thomas Balivet dalam siaran pers LO MSF Indonesia, Jumat (9/2/2024).

“Selain itu, ribuan anak kehilangan pengasuh atau menderita luka fisik dan amputasi. Semua faktor ini telah memperburuk situasi kesehatan mental ribuan orang di wilayah ini.”

Sebelum Februari 2023, banyak orang di barat laut Suriah telah mengungsi dari rumah mereka akibat perang. Setelah gempa terjadi, mereka mendapati diri mereka miskin – tanpa tempat berteduh, makanan, air bersih atau kebutuhan pokok lainnya.

Baca Juga: Perpecahan Sunni dan Syiah di Suriah Berkobar Menjadi Api Konflik

Gempa pertama, berkekuatan 7,8 skala richter, meninggalkan dampak kehancuran yang mengingatkan kita pada kerusakan akibat perang yang telah melanda barat laut Suriah.

Omar Al-Omar, pengawas kesehatan mental MSF di Idlib mengenang jam-jam pertama setelah gempa.

“Yang paling menyakitkan bagi saya adalah mendengar suara orang-orang di bawah reruntuhan yang meminta pertolongan, sementara saya tidak mampu memberikan bantuan. Lalu saya pergi ke rumah sakit Salqin, yang dikelola bersama oleh MSF. Saya berdiri dan menangis,” katanya.

Gempa bumi tersebut merusak 55 fasilitas kesehatan sehingga tidak dapat berfungsi secara maksimal. Selain bantuan medis, masyarakat di seluruh wilayah juga membutuhkan toilet, kamar mandi, sistem pemanas, pakaian musim dingin, generator, selimut, perlengkapan kebersihan, dan produk pembersih.

MSF mengirimkan 40 truk berisi barang-barang medis dan non-medis ke daerah tersebut, termasuk bahan makanan dan tempat berlindung. Sementara itu, para ahli air dan sanitasi MSF membangun toilet dan kamar mandi untuk para penyintas gempa dan menyediakan air minum bersih bagi mereka.

Baca Juga: Suriah Merupakan Salah Satu Negara di Timur Tengah yang Heterogen

Setahun kemudian, kerusakan fisik akibat gempa tidak terlalu terlihat dibandingkan sebelumnya, namun dampaknya terhadap kesehatan mental masyarakat sangat besar.

“Sejak gempa bumi, kasus gangguan stres pascatrauma dan masalah perilaku meningkat, terutama di kalangan anak-anak,” kata Omar, “selain serangan panik, berbagai jenis fobia, dan gejala psikosomatis.”

Kesehatan Mental

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rohili

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X