Penulis: Hana Assyfaa (Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Inovasi teknologi merupakan salah satu pilar utama dalam mendorong kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, hingga Korea Selatan telah membuktikan bahwa investasi di bidang riset dan teknologi memberikan dampak luar biasa terhadap pertumbuhan ekonomi dan daya saing global.
Sayangnya, di Indonesia, inovasi teknologi lokal masih berjalan lambat dan belum menjadi prioritas utama. Minimnya inovasi ini bukan hanya soal keterbatasan anggaran, tetapi juga akibat dari lemahnya ekosistem riset, rendahnya dukungan terhadap talenta lokal, serta kurangnya sinergi antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah.
Salah satu akar permasalahan minimnya inovasi teknologi lokal adalah anggaran riset dan pengembangan (litbang) yang masih sangat kecil. Berdasarkan data dari berbagai laporan internasional, Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk riset dan inovasi.
Baca Juga: Perekonomian Di Era Jokowi
Angka ini jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura yang sudah berada di atas 1%. Minimnya investasi ini membuat lembaga riset dan perguruan tinggi tidak memiliki cukup sumber daya untuk melakukan penelitian yang berdampak besar atau komersialisasi teknologi.
Selain itu, birokrasi yang rumit dan tidak efisien menjadi penghambat utama dalam proses pengajuan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan hasil riset.
Banyak peneliti mengeluhkan sulitnya mendapatkan dana hibah, lambannya pencairan dana, serta minimnya akses terhadap fasilitas dan laboratorium berstandar tinggi. Di sisi lain, hasil riset yang berhasil pun sering kali tidak dilanjutkan ke tahap produksi massal karena tidak adanya jejaring industri yang siap menyerap dan mengembangkan produk tersebut.
Baca Juga: Maraknya Sampah di Indonesia
Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar dalam pengembangan teknologi. Banyak generasi muda yang memiliki ide-ide cemerlang dan memenangkan kompetisi teknologi di tingkat internasional.
Sayangnya, potensi ini sering kali mandek setelah kompetisi selesai. Tidak ada ekosistem berkelanjutan yang mampu menampung dan mengembangkan inovasi tersebut menjadi produk yang bermanfaat secara ekonomi. Ini menunjukkan bahwa kita belum serius menjadikan teknologi sebagai motor penggerak pembangunan nasional.
Minimnya kolaborasi antara kampus dan dunia industri juga menjadi faktor penghambat. Di banyak negara maju, riset-riset yang dilakukan oleh universitas adalah hasil kerja sama langsung dengan perusahaan swasta. Mereka bekerja sama mengembangkan teknologi yang sesuai kebutuhan pasar.
Baca Juga: Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten: Wajah Buruk yang Tertutup Data
Di Indonesia, sinergi seperti ini masih sangat jarang terjadi. Kampus sibuk menghasilkan karya ilmiah untuk kepentingan akreditasi, sementara industri lebih tertarik mengimpor teknologi dari luar karena dianggap lebih praktis.
Peran pemerintah dalam menciptakan iklim inovasi juga belum maksimal. Beberapa regulasi justru cenderung menghambat, bukan mendorong.
Artikel Terkait
Tambang Hanya Merusak Alam, Bukan Menyejahterakan
Investasi dan Inovasi Keuangan Digital: Kunci Pertumbuhan Ekonomi 2025
Warisan Kuasa: Dominasi Politik Keluarga Dimyati di Banten
Sejumlah Masalah Kesehatan di Indonesia
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten: Wajah Buruk yang Tertutup Data
Maraknya Sampah di Indonesia
Perekonomian Di Era Jokowi