Penulis: Umi Nasroh Muyassaroh (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Pamulang PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Kekerasan yang Tidak Terlihat, Data yang Terbatas, Masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak bukanlah hal baru dalam kehidupan sosial Indonesia, termasuk di Provinsi Banten.
Namun, apa yang membuat persoalan ini semakin memprihatinkan adalah minimnya visibilitas dan penanganan yang serius dari pemerintah dan masyarakat. Kekerasan kerap terjadi di ruang-ruang privat, dilindungi norma patriarki, dan akhirnya tenggelam dalam diam.
Data dari Komnas Perempuan tahun 2023 mencatat bahwa Banten termasuk dalam 10 besar provinsi dengan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tertinggi di Indonesia.
Baca Juga: Sejumlah Masalah Kesehatan di Indonesia
Bahkan, selama pandemi dan setelahnya, laporan kekerasan berbasis gender mengalami peningkatan, baik dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual, maupun eksploitasi anak.
Namun angka-angka itu diyakini masih jauh dari kenyataan di lapangan. Banyak korban yang memilih diam karena takut stigma, tekanan keluarga, atau ketidakpercayaan terhadap proses hukum.
Di wilayah pedesaan atau pinggiran kota di Banten, kasus kekerasan kerap dianggap sebagai “urusan rumah tangga” yang tak perlu dibawa ke ranah hukum.
Baca Juga: Warisan Kuasa: Dominasi Politik Keluarga Dimyati di Banten
Payung Hukum Ada, Pelindung Masih Rapuh
Hukum Indonesia sebenarnya telah cukup progresif dalam mengatur perlindungan terhadap korban. UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual) menjadi dasar hukum penting. Namun, implementasi di daerah seperti Banten masih jauh dari memuaskan.
Salah satu masalah utama adalah minimnya akses korban terhadap layanan pemulihan dan pelaporan. Di beberapa kabupaten, belum tersedia pusat pelayanan terpadu (PPT) yang memadai. Korban sering harus melapor ke kantor kepolisian yang tidak ramah korban, tanpa pendampingan psikologis atau hukum.
Kekerasan terhadap anak juga menjadi catatan kelam tersendiri. Laporan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AKB) Banten menyebutkan bahwa banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak dilakukan oleh orang dekat, termasuk ayah kandung, paman, atau tetangga. Ini memperlihatkan lemahnya kontrol sosial dalam komunitas.
Baca Juga: Tambang Hanya Merusak Alam, Bukan Menyejahterakan
Budaya, Pendidikan, dan Keadilan yang Belum Berpihak
Artikel Terkait
Politik Indonesia di Tahun 2025: Krisis Koalisi, Politik Uang, dan Peran Generasi Muda
Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia: Masalah, Penyebab, dan Strategi Penanggulangan
Sinergi Honda dan Jasa Raharja Gelar Edukasi Safety-T di Banten
Tambang Hanya Merusak Alam, Bukan Menyejahterakan
Investasi dan Inovasi Keuangan Digital: Kunci Pertumbuhan Ekonomi 2025
Warisan Kuasa: Dominasi Politik Keluarga Dimyati di Banten
Sejumlah Masalah Kesehatan di Indonesia