Iranian New Wave dan Pemberontakan Komunitas Film Iran

photo author
- Senin, 28 Februari 2022 | 16:54 WIB
Ilustrasi foto, Psoter TV retro di tepi sungai dekat hutan (pexels)
Ilustrasi foto, Psoter TV retro di tepi sungai dekat hutan (pexels)

TOPMEDIA – Pada waktu Perang Iran-Irak berakhir pada 1988, Khomeini meninggal setahun setelahnya telah mninggalkan jejak kelonggaran sensor film di Iran. Pada umumnya lembaga sensor masih jadi musuh utama para pembuat film.

Jaringan sinema independen film Iran menggeliat pada 1970-an. Sebagai penanda sejarah kebangkitan film Iran dengan munculnya College of Dramatic Arts, yang menjadi forum berkumpulnya sineas-sineas muda progresif.

Dari lingkaran ini berdiri pula kolektif bernama Cinemay-e-Azad (Free Cinema). Di Cinemay-e-Azad, sineas-sineas muda Iran bertukar kajian film dan gagasan, saling mendukung proyek komunitas satu sama lain.

Baca Juga: Sinopsis Film Miracle in Milan, Kemiskinan yang Bisa Dirayakan di Hari Valentine

Banyak sutradara terkemuka Iran yang memulai karier dari forum komunitas: Bahram Baizai, Amir Naderi, Abbas Kiarostami, Reza Alamzadeh, hingga Sohrab Shahid-Sales.

Kelak, nama-nama di atas menjadi pendiri Iranian New Wave, sebuah gerakan sinema—sama seperti halnya French New Wave—yang menjadikan seni pertunjukan, seni rupa, sastra, dan filsafat sebagai landasan estetik karya-karya film Iran. Bahasa film eropa dianggap sebagai paling tua dan layak untuk dijadikan studi oleh para sutradara film Iran.

Ketika Khomeini naik tahta, ia meminta film dipakai untuk menyebarluaskan nilai-nilai Islam. Instruksi tersebut lantas diartikan dengan menghancurkan 180 bioskop (32 di antaranya berada di Teheran), mengurangi impor film dari blok Barat, hingga menata ulang judul film-film pra-revolusi agar sesuai kaidah Islam. Bahasa film Iran memiliki karakter yang khas dengan tonggak yang kuat.

Baca Juga: Sinopsis Film Luzzu, Dilema Sosok Nelayan Baik

Film dan para sineas Iran mulai memperoleh tempat di peta film dunia. Nama-nama para produser film seperti Jafar Panahi lewat film The Miror, 1995 dan Abbas Kiarostami yang berhasil meraih Palem Emas (Palme d’Or) Festival Film Cannes lewat A Taste of Cherry, 1997 telah melecut komunitas film di Iran.

Para sutradara perempuan Iran yang sebelumnya sembunyi-sembunyi karena larangan Pemerintah Iran mampu mencuri perhatian para kritikus film dunia. Para Sutradara Perempuan seperti Tahmineh Milani, Samira Makhmalbaf, Rakhshan Bani-Etemad, serta Puran Derakhshandeh merupakan periode emas film-film Iran yang rilis juga bertepatan atas kelonggaran kebijakan pemerintah Iran setelah meninggalnya Khomeini.

Ilustrasi foto, Orang yang Memegang Film Negatif
Ilustrasi foto, Orang yang Memegang Film Negatif (pexels)

Penyensoran film dan sekelumit soal para sutradara perempuan Iran tak pelak menghasilkan ancaman hukuman mati seperti yang dialami Makhmalbaf. Perkembangan sinema Iran pasca-revolusi adalah berbicara bagaimana keterbatasan, represi, dan ancaman dari rezim tak melenturkan ambisi para sineas untuk memproduksi karya film terbaik, penting, dan mampu merepresentasikan wajah Sosial-Budaya Iran.

Baca Juga: Sinopsis Film Like Father, Like Son , Dilema Kekayaan dan Kebahagiaan Keluarga

Semakin dilarang, semakin besar gigih mereka untuk mendobrak sekat yang ada. Sinema Iran pasca-revolusi merupakan bukti bahwa film bisa jadi medium senjata perlawanan—sebuah komitmen yang bertahan sampai sekarang.

Periode penting kebangkitan film di Iran adalah banyaknya sokongan dana pemerintah, film bergaya neorealisme (paduan fiksi dan dokumenter), serta memuat kritik sosial Iran yang tajam nan Puitis.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Fuad Fauji

Sumber: findhistoryhere

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Dampak Kemajuan Teknologi Terhadap Dunia Kerja

Minggu, 20 Juli 2025 | 15:34 WIB

Perekonomian Di Era Jokowi

Rabu, 2 Juli 2025 | 17:42 WIB
X