TOPMEDIA - Pada saat sebuah kapal telah diganti seluruh bagiannya, setelah melalui perbaikan demi perbaikan, masihkah itu kapal yang sama? Begitu pun manusia. Ketika berbagai tuntutan, entah zaman atau finansial, mengharuskannya berubah, apakah ia masih orang yang sama?
Disutradarai Alex Camilleri sekaligus penulis naskah yang baru melakoni debutnya, film Luzzu menyodorkan kisah dilema nelayan bernama Jesmark (Jesmark Scicluna). Dia teguh menjunjung tinggi tradisi. Luzzu (kapal kayu tradisional Malta) warisan kakek buyutnya masih ia pakai melaut. Pun Jesmark keras menentang penggunaan pukat.
Baca Juga: Diduga Mesin Perahu Mati, Dua Nelayan Hilang Kontak Diantara Perairan Pulau Tunda dan Pulau Panjang
Akhir-akhir ini situasi makin terasa sulit. Ikan sulit didapat, terutama akibat regulasi EU (European Union) yang melarang penangkapan jenis-jenis tertentu selama closed season. Di tempat lelang pun ikan-ikannya dihargai tak seberapa. Secara bersamaan, putera Jesmark yang masih bayi mengalami masalah kurang gizi.
Istri Jesmark, Denise (Michela Farrugia), bekerja sebagai pelayan restoran. Keuangan keluarga benar-benar dalam kondisi darurat. Asupan susu formula anak dan penanganan dari dokter spesialis membuat berkurang uang pegangan.
Prinsip hidup Jesmark mendapat ujian. Ia mulai tergoda memasuki bisnis pasar gelap. Jesmark, si nelayan berdedikasi tinggi mengutuk pemakaian pukat dan ketidakadilan regulasi bagi sejawatnya. Kini ia mencetuskan ide menjual kerang palsu yang diolah menggunakan ikan buangan. Seiring waktu, pekerjaan yang mesti ia jalani semakin buruk.
Baca Juga: Tongkang Tabrak Perahu di Pandeglang, Satu Nelayan Hilang
Kisah dan alur film begitu klise, mengikuti formula kisah-kisah seputar keterpaksaan mengkhianati prinsip dan tradisi demi bertahan hidup. Alex Camilleri mengemas kisah jadi tuturan naturalistik yang tersusun rapi, kemudian pelan-pelan mengikat emosi penonton.
Hadirnya Jesmark Scicluna seorang nelayan sebelum ditunjuk jadi pemeran utama dalam film kini memenangkan World Cinema Dramatic Special Jury Award untuk kategori akting pada Festival Film Sundance 2021. Jesmark Scicluna bukan cuma meyakinkan di atas kapal, pula perihal bermain rasa, berbekal pemahamannya atas gejolak-gejolak sang protagonist di kenyataan.
Luzzu milik membawa kenangan masa lalu. Cerita kejayaan, kehebatan, atau sekadar kekonyolan untuk ditertawakan bersama-sama. Luzzu dipakai mencari ikan sebagai penghidupan, namun ia lebih dari sebatas alat pencari uang. Di tubuhnya tercetak jejak kaki si pewaris. Perwujudan cinta, yang didasari nilai-nilai dan tradisi agung.
Baca Juga: Salimah Salurkan Bantuan Perahu untuk Pulihkan Ekonomi Nelayan Korban Tsunami di Sumur Pandeglang
Lantas apa yang mesti dilakukan ketika ekonomi jadi alasan, juga perubahan zaman menuntut perubahan? Film Luzzu berkembang dari cerita yang "sangat Malta" menjadi representasi universal. Sebagai manusia, mau tidak mau kita bakal berubah, untuk kemudian menghilang suatu hari nanti. Kulit ular boleh berubah, namun jiwa harus tetap sama. Tubuh akan tiada, namun cerita-cerita tidak boleh sirna.***
Artikel Terkait
Politik Birokrasi di Pemprov Banten Dinilai Belum Sesuai Aturan Hukum
Rp 91 Ribu Bisa Buat 5 Makanan Romantis Di Hari Valentine, Ini Resep Ala Rumahan
Ridwan Kamil Posting Sederet Nama Istri Galak, Inul dan Vega Lega Tak Masuk List
JIka Anda Sedang Marah, Bacalah Do'a Ini Agar Selamat
Nyanyi Lagu Rizki Febian, Maysha Jhuan Bikin Juri Cubit Pipi 'Gemes'