gagasan

Warisan Kuasa: Dominasi Politik Keluarga Dimyati di Banten

Minggu, 29 Juni 2025 | 15:00 WIB
Wagub Banten, A Dimyati Natakusumah. (Raffi/bantenraya.com)

Tidak sedikit kritik dari kalangan masyarakat sipil dan akademisi yang melihat bahwa sistem politik di Pandeglang dan sebagian wilayah Banten telah mengalami personalisasi kekuasaan. 

Relasi kuasa tidak lagi bersandar pada institusi, tetapi pada loyalitas terhadap keluarga tertentu. Ini tentu saja membahayakan cita-cita demokrasi yang berkeadilan dan terbuka.

Fakta bahwa elektabilitas keluarga Dimyati tetap tinggi dalam berbagai kontestasi politik juga menunjukkan bahwa masyarakat belum memiliki kesadaran kritis yang cukup. Politik uang, patronase, dan popularitas nama besar masih menjadi faktor dominan dalam menentukan pilihan. Pendidikan politik masyarakat menjadi aspek penting yang harus diperkuat.

Baca Juga: Kelas Menengah Indonesia: Pilar yang Retak di Tengah Krisis Ekonomi

Partai politik, sebagai ujung tombak demokrasi, seharusnya tidak hanya menjadi kendaraan bagi keluarga yang memiliki modal besar. Sayangnya, partai sering kali pragmatis, memilih calon yang dipastikan menang karena nama besar dan logistik yang kuat. Akibatnya, kaderisasi dan kompetisi internal di tubuh partai menjadi tidak sehat.

Partai Politik, Legalisme, dan Relasi Kuasa dalam Sistem Lokal

Situasi ini berdampak pada kebijakan publik di tingkat daerah. Banyak program pemerintah yang dirancang tidak berdasarkan kebutuhan rakyat, tetapi untuk menjaga citra dan kesinambungan kekuasaan keluarga tertentu. Padahal, kebijakan seharusnya menjadi alat untuk memajukan masyarakat, bukan alat mempertahankan kuasa.

Transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di daerah yang dikuasai keluarga politik juga menjadi tantangan besar. Publik kesulitan untuk melakukan kritik karena adanya tekanan politik dan sosial. Media lokal pun kadang enggan bersuara lantang karena khawatir terhadap dampak relasi kekuasaan yang mengakar.

Baca Juga: Gubernur Banten Andra Soni Perpanjang Waktu Pembebasan Pokok dan Sanksi Pajak Kendaraan Bermotor Hingga 31 Oktober 2025

Untuk memperbaiki situasi ini, perlu adanya reformasi menyeluruh dalam sistem rekrutmen politik di tingkat lokal. Partai politik harus didorong untuk membuka ruang bagi kader baru dan independen. Selain itu, lembaga penyelenggara pemilu perlu lebih aktif dalam mengawasi potensi abuse of power yang terjadi akibat politik keluarga.

Membangun Demokrasi yang Sehat: Peran Publik dan Reformasi Regulasi

Masyarakat sipil juga memiliki peran penting dalam membangun kesadaran politik yang sehat. Diskusi publik, literasi politik di sekolah, dan kampanye antidinasti perlu digalakkan. Rakyat harus memahami bahwa demokrasi bukan hanya soal mencoblos, tetapi soal siapa yang mencalonkan diri dan mengapa.

Pengalaman dari beberapa daerah menunjukkan bahwa regenerasi politik bisa berjalan ketika masyarakat sadar dan berani mengambil sikap. Ketika pemilih mulai menuntut transparansi dan rekam jejak, maka politik uang dan kekuasaan keluarga perlahan bisa dikikis.

Baca Juga: Gubernur Banten Andra Soni Perpanjang Waktu Pembebasan Pokok dan Sanksi Pajak Kendaraan Bermotor Hingga 31 Oktober 2025

Keluarga Dimyati memang telah mewarnai sejarah politik Banten selama puluhan tahun. Namun, demokrasi yang sehat menuntut keterbukaan dan regenerasi kepemimpinan yang tidak dibatasi garis keturunan. Kekuasaan yang terus-menerus diwariskan akan menciptakan stagnasi, bukan kemajuan.

Halaman:

Tags

Terkini

Dampak Kemajuan Teknologi Terhadap Dunia Kerja

Minggu, 20 Juli 2025 | 15:34 WIB

Perekonomian Di Era Jokowi

Rabu, 2 Juli 2025 | 17:42 WIB