Kelas Menengah Indonesia: Pilar yang Retak di Tengah Krisis Ekonomi

photo author
- Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:47 WIB
Penulis: Meka Septiani (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unpam PSDKU Serang) (Topmedia.co.id/Istimewa)
Penulis: Meka Septiani (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unpam PSDKU Serang) (Topmedia.co.id/Istimewa)

Penulis: Meka Septiani (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unpam PSDKU Serang)

TOPMEDIA.CO.ID - Kelas menengah selama ini dianggap sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Mereka adalah motor penggerak konsumsi domestik dan penyumbang utama produk domestik bruto (PDB). 

Namun, data terbaru menunjukkan kenyataan yang jauh dari ideal. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah turun drastis dari 57,33 juta jiwa pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada 2024, atau sekitar 17,13% dari total penduduk. 

Penurunan ini menjadi sinyal bahaya bagi stabilitas sosial dan ekonomi nasional. Fenomena ini bukan sekadar angka statistik, melainkan gambaran nyata tekanan yang dihadapi kelas menengah.

Baca Juga: Nelayan Jaring Tarik Kabupaten Tangerang Siap Tertib, Dukung Penuh Program Pemerintah

Mereka berhadapan dengan inflasi yang terus meroket, kenaikan biaya hidup, dan utang yang semakin membebani. 

Chatib Basri, ekonom ternama, menyatakan bahwa penurunan kelas menengah terjadi karena kegagalan penyerapan tenaga kerja di sektor formal, sementara lapangan kerja yang tercipta justru didominasi sektor informal yang minim perlindungan sosial. 

Kondisi ini membuat mobilitas sosial kelas menengah semakin terhambat. Kelas menengah yang dulu mampu menikmati pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan gaya hidup layak kini harus berjuang keras mempertahankan standar hidupnya.

Baca Juga: Siap Touring Jarak Jauh? Tips Biar Aman dan Nyaman

Biaya pendidikan dan kesehatan yang terus meningkat menjadi beban utama. Sementara itu, pendapatan yang naik secara nominal tidak sebanding dengan laju inflasi. 

Fenomena ini menyebabkan banyak keluarga kelas menengah mengalami apa yang disebut duck syndrome — tampak stabil di luar, namun sebenarnya tertekan secara finansial.

Selain tekanan ekonomi, ketimpangan sosial juga makin melebar. Kelas menengah yang menyusut berarti ada kelompok yang turun kasta menjadi rentan miskin atau bahkan miskin. Data BPS menunjukkan bahwa kelompok rentan miskin bertambah 12,72 juta jiwa menjadi 24,33% dari total populasi.

Baca Juga: Pembentukan Akta Pendirian Koperasi Merah Putih di Provinsi Banten Sudah 93 Persen

Ketimpangan ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal akses terhadap peluang dan perlindungan sosial yang semakin timpang.

Sektor ketenagakerjaan menjadi masalah krusial. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Febi Sahri Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Dampak Kemajuan Teknologi Terhadap Dunia Kerja

Minggu, 20 Juli 2025 | 15:34 WIB

Perekonomian Di Era Jokowi

Rabu, 2 Juli 2025 | 17:42 WIB
X