peristiwa

Pembangunan PIK 2 Ditolak Keras Oleh Mahasiswa Banten, Ketua FORMAT Sebut Pembangunannya Kontroversial

Senin, 6 Januari 2025 | 12:32 WIB
Ketua dan Sekjen Forum Mahasiswa Anti Tertindas Banten saat mengadakan audiensi dengan mitra dan tenaga ahli tata ruang pembangunan PIK 2. (TOPmedia.co.id / Firasat Nikmatullah)

TOPMEDIA - Soal pembangunan PIK 2, Forum Mahasiswa Anti Tertindas Banten (FORMAT) mengadakan pertemuan dengan salah satu Mitra dan Tenaga Ahli Tata Ruang Pembangunan PIK 2 pada Sabtu, 4 Januari 2025.

Ketua FORMAT Banten, Robian Soheh, menyatakan bahwa pertemuan ini bertujuan untuk membahas proyeksi pembangunan PIK 2, yang menjadi topik hangat di berbagai media.

"Pembangunan PIK 2 seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, bukan merusak tatanan sosial sehingga menyebabkan kesenjangan sosial," ucap Robian Soheh kepada TOPMedia.co.id, Senin 6 Januari 2025.

Proyek Pusat Industri dan Kawasan Perdagangan (PIK) 2 yang sedang berlangsung di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang telah menimbulkan banyak kontroversi, terutama terkait dengan proses pembebasan lahan yang dianggap tidak manusiawi.

Sebagai mahasiswa yang peduli terhadap keadilan sosial dan hak-hak masyarakat, kami merasa prihatin dan terdorong untuk menyuarakan penolakan terhadap praktik ini.

"Sebagai mahasiswa yang peduli terhadap keadilan sosial dan hak-hak masyarakat, kami merasa sangat prihatin dan tergerak untuk menyuarakan perlawanan terhadap praktik yang dianggap tidak manusiawi," ujar Robian Soheh.

Baca Juga: PIK dan BSD Masuk Proyek Strategis Nasional! Yuk Intip Segera Profilnya

Dalam proses pembebasan lahan, terdapat banyak laporan mengenai intimidasi, ancaman, dan paksaan terhadap masyarakat yang terkena dampak.

Banyak dari mereka adalah warga yang telah lama menetap dan bergantung pada tanah mereka.

Namun, mereka dipaksa melepaskan hak atas tanah dengan cara yang merugikan dan tidak adil.

"Ada indikasi bahwa pemerintah dan pengembang lebih mementingkan keuntungan ekonomi, tanpa memperhatikan kesejahteraan sosial masyarakat yang telah lama terikat dengan tanah tersebut, ungkap Robian Soheh.

Modus intimidasi yang terjadi di lapangan, seperti pemberian ganti rugi yang tidak memadai, manipulasi harga, dan ancaman halus terhadap warga yang menuntut harga lebih adil, jelas menunjukkan ketimpangan dalam proses ini.

Padahal, dalam setiap proyek pembangunan, keadilan dan kesejahteraan masyarakat seharusnya diutamakan, bukan hanya kepentingan segelintir pihak yang mengejar profit semata.

"Pembangunan seharusnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, bukan merusak tatanan sosial sehingga menyebabkan kesenjangan sosial," tambah Robian Soheh.

Halaman:

Tags

Terkini