Penulis: Rizky Firmansyah (Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Dinasti politik di Indonesia telah menjadi salah satu tantangan besar dalam perjalanan demokrasi. Fenomena ini terjadi ketika kekuasaan politik terpusat pada lingkaran keluarga tertentu, sehingga mengancam prinsip dasar demokrasi yaitu persaingan politik yang adil dan terbuka.
Salah satu contoh yang paling mencolok adalah dinasti politik Ratu Atut Chosiyah di Provinsi Banten. Selama bertahun-tahun, keluarga besar Atut menguasai berbagai posisi penting di pemerintahan, baik di eksekutif, legislatif, maupun birokrasi.
Fenomena ini tidak hanya memperkuat praktik oligarki, tetapi juga menimbulkan berbagai persoalan seperti korupsi, lemahnya akuntabilitas, dan rendahnya kualitas layanan publik.
Baca Juga: Biwali Sebut Masyarakat Jangan Terprovokasi Polemik PIK 2, Ada Koridor Hukum yang Jelas
Dinasti Politik Atut: Cermin Masalah Demokrasi
Keluarga besar Atut mulai mendominasi politik Banten sejak awal tahun 2000-an. Ratu Atut Chosiyah menjadi gubernur perempuan pertama di Indonesia pada tahun 2005 dan berhasil membangun kekuasaan yang sangat mengakar.
Tidak hanya dirinya, anggota keluarganya, termasuk adik, anak, hingga menantu, turut mengisi berbagai jabatan strategis di pemerintahan dan parlemen. Kekuasaan ini diperkuat melalui praktik politik patronase dan pemanfaatan jaringan ekonomi untuk mempertahankan dominasi mereka.
Namun, kekuasaan ini tidak terlepas dari kontroversi. Kasus korupsi yang melibatkan Ratu Atut Chosiyah dan beberapa anggota keluarganya menjadi bukti nyata bahwa konsentrasi kekuasaan dalam satu keluarga sering kali membuka peluang untuk penyalahgunaan wewenang.
Baca Juga: Kolaborasi Honda Banten dan ‘BerkeliaRun’ Dukung Kegiatan Positif Anak Muda
Penangkapan dan penjatuhan hukuman kepada Atut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2014 menjadi simbol awal runtuhnya dinasti ini, meskipun dampaknya terhadap perubahan politik di Banten masih menjadi perdebatan.
Dampak Dinasti Politik di Banten
Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang
Dominasi kekuasaan keluarga Atut membuka peluang besar untuk korupsi. Contoh yang paling mencolok adalah kasus suap terkait sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Lebak pada 2013, yang melibatkan Ratu Atut dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan).
Melemahnya Kompetisi Politik
Dinasti politik menciptakan hambatan besar bagi munculnya aktor politik baru yang kompeten. Di Banten, dominasi keluarga Atut membuat persaingan politik menjadi tidak seimbang karena mereka memiliki akses lebih besar terhadap sumber daya dan jaringan kekuasaan.
Artikel Terkait
10 Kasus IGD yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dan Cara Pemakaian di Rumah Sakit
Komedian Raditya Dika Berbagi Pelajaran Hidup di Usia 40 Tahun, Ungkap Momen Dibilang Aneh Semasa Kecil
Pratama Arhan Resmi Dilepas Suwon FC? Begini Kode Soal Kepergiannya dari Liga Korea Selatan
Program Beasiswa 2025 Deadline Januari-Februari Jenjang S1-S3, Bebas Biaya Kuliah Hingga Dapat Biaya Hidup
Hanif Faisol Ajak Menko Pangan, Menteri Dikdasmen, Menpar, Forkompinda Provinsi Bali dan Ribuan Warga Bersihkan Sampah Laut di Pantai Kuta Bali
Kolaborasi Honda Banten dan ‘BerkeliaRun’ Dukung Kegiatan Positif Anak Muda
Biwali Sebut Masyarakat Jangan Terprovokasi Polemik PIK 2, Ada Koridor Hukum yang Jelas