Kebencian Israel terhadap Palestina dibentuk dan didorong oleh tiga sentimen dasar: ketakutan, kecemburuan, dan kemarahan. Ketakutan adalah faktor utama, bisa irasional tetapi juga instrumental.
Seharusnya tidak mengejutkan bahwa Israel terus takut pada Palestina setelah menduduki semua tanah mereka dan menjadi kekuatan regional dan nuklir yang kuat.
Baca Juga: Pria Palestina Dibunuh oleh Pasukan Israel di Tepi Barat
Karena ketakutannya terhadap orang-orang Palestina bukan hanya fisik atau materi, tetapi juga eksistensial.
Israel pada dasarnya meninggalkan Gaza dalam ketakutan pada tahun 2005, memberlakukan blokade yang tidak manusiawi terhadap dua juta, sebagian besar pengungsi, yang tinggal di sana.
Israel takut akan semua yang merupakan ketabahan Palestina, persatuan Palestina, demokrasi Palestina, puisi Palestina, dan semua simbol nasional Palestina, termasuk bahasa, yang diturunkan peringkatnya, dan bendera, yang coba dilarang.
Baca Juga: Jurnalis senior Tertembak di Palestina, Kronologi Shireen Abu Aqla Tewas Oleh Pasukan Israel
Israel mengkhawatirkan ibu-ibu Palestina yang melahirkan bayi baru, yang disebutnya sebagai “ancaman demografis”.
Menggemakan obsesi nasional Israel dengan prokreasi Palestina, seorang sejarawan memperingatkan 12 tahun yang lalu bahwa demografi merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup negara Yahudi seperti nuklir Iran misalnya.
Karena dalam pandangan Israel, Palestina bisa menjadi mayoritas pada tahun 2040-2050.
***
Artikel Terkait
Perjuangan Rakyat Palestina Sejak Zaman Dahulu, Para Sahabat Nabi Ini Ikut Bebaskan Al Aqsa
Ormas Islam dan Pemkab Serang Bersatu Galang Dana Untuk Palestina
ASN Pemkab Serang Beri Salurkan Donasi Untuk Palestina Rp 537,16 Juta
Israel Kecam Rusia Serang Ukraina, Tapi Terus Caplok Palestina
Perjalanan Ahmad, Pemuda Palestina yang Ingin ke Masjid Al-Aqsha