Namun demikian keadaan ini kian memburuk dan mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar, hal ini tercermin dalam laporan keuangan Bank Banten pada posisi laporan tanggal 21 April 2020 dimana diketahui Rasio Likuiditas menjadi sangat mengkhawatirkan dan tidak efisien karena beban bunga lebih besar dari pada pendapatan bunga yang diperoleh. Hal ini memicu penarikan dana deposan oleh masyarakat.
Faktanya yaitu pada periode maret sampai dengan pertengahan april 2020 (sebelum terjadi pemindahan RKUD), telah terjadi penarikan deposito besar-besaran oleh masyarakat termasuk deposan inti hingga mencapai angka 1,7 trilyun rupiah.
Hal inilah yang menjadikan kondisi likuiditas Bank Banten semakin kritis.
Kapan pengalihan RKUD, dan kenapa RKUD harus dipindahkan?
Capt Foto: Keputusan Gubernur Banten nomor 580/Kep.144-Huk/2020,
Pengalihan RKUD dari Bank Banten kepada Bank BJB dilakukan oleh Gubernur pada tanggal 22 April 2020 pada saat Bank Banten sudah tidak dapat menyalurkan dana yang diajukan BUD karena telahmengalami kondisi likuiditas kritis, dengan demikian menghapus anggapan bahwa terpuruknya Bank Banten disebabkan oleh pengalihan RKUD, justru sebaliknya, penyebab dari RKUD dialihkan karena Bank Banten terlebih dahulu mengalami kesulitan likuiditas yang kritis.
Kejadian memindahkan RKUD ini bukan tidak beralasan, tetapi didasarkan fakta bahwa Bank Banten terlambat menyalurkan Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada kabupaten/kota untuk bulan Januari 2020sebesar Rp.190 milyar lebih, kemudian Bank Banten tidak dapat memenuhi perintah BUD untuk menyalurkan Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi kepada kabupaten/kota untuk bulan Februari 2020 sebesar Rp.181,61 milyar lebih hingga saat ini.
Selain itu ditengah gencarnya penanganan covid-19 Bank Banten juga tidak dapat memenuhi tagihan pihak ketiga, salah satunya untuk pengadaan alat-alat kesehatan sebesar Rp. 11,21 milyar lebih.
Dengan memperhatikan fakta seperti tersebut di atas, maka Gubernur mengambil langkah cepat dan tepat dalam upaya menyelamatkan dana kas daerah sekaligus melakukan upaya penyelamatan Bank Banten.
Keputusan memindahkan dana RKUD dari Bank Banten ke Bank BJB menjadi pilihan buruk dari yang terburuk dalam rangka menjalankan perintah perundang-undangan, sebab jika tidak dilakukan, maka potensi kehilangan dana kas daerah yang akan tertahan di Bank Banten akan semakin besar.
Lalu kenapa pemprov berencana melakukan pinjaman?
Caption foto: Surat Pemberitahuan Rencana Pinjaman Uang Pemprov Banten ke BJB yang beredar.Surat tersebut ditujukan ke DPRD Banten. (foto:Istimewa,Red)
Ketika dana kas daerah sebesar Rp. 1,9 trilyun tertahan di Bank Banten, dan sumber Pendapatan Asli Daerah dari pajak daerah yang selama ini menjadi andalan penerimaan daerah menurun drastis lebih dari 50%, serta perlunya pendanaan segera untuk penanganan covid-19, maka pemerintah provinsi harus berupaya mencari sumber pembiayaan lainnya untuk menutupi defisit cash flow yang disebabkan oleh tertahannya kas daerah oleh Bank Banten, agar rencana pelaksanaan pembangunan bisa tetap berjalan.
Salah satu alternatif untuk menutup defisit cash flow tersebut dengan cara melakukan pinjaman daerah jangka pendek sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.
Artikel Terkait
ASN Pemprov Banten Salurkan Sembako untuk Terdampak Erupsi Semeru
Pemprov Tempatkan Rp12,7 T Direkening Bank Banten
Gubernur Banten : Laksanakan Pembangunan Partisipatif Agar Hasilnya Dinikmati Masyarakat