Penulis: Nayla Anggun Pratiwi (Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Korupsi masih menjadi masalah utama yang menggerogoti tata kelola pemerintahan Indonesia. Data terbaru dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menunjukkan bahwa meskipun upaya pemberantasan terus digalakkan, kasus korupsi di berbagai sektor pemerintahan dan BUMN masih marak terjadi dan merugikan negara triliunan rupiah.
Ruang lingkup pemerintahan yang rentan korupsi sangat luas, mencakup tingkat nasional hingga daerah, mulai dari kementerian, lembaga negara, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hingga unit pelaksana teknis.
Pemerintahan pusat dan daerah memiliki kompleksitas pengelolaan yang berbeda, namun sama-sama rawan korupsi terutama di bidang pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengelolaan anggaran, serta pengelolaan sumber daya alam.
Baca Juga: Krisis Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah
Salah satu kasus korupsi terbesar yang mencuat pada awal 2025 adalah korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun dalam satu tahun, dan selama lima tahun (2018-2023) total kerugian bisa mencapai hampir Rp969 triliun. Kasus ini melibatkan pejabat tinggi Pertamina dan pihak swasta, menjadi skandal korupsi terbesar di Indonesia saat ini.
Selain Pertamina, kasus korupsi di sektor perbankan juga mencuat. Contohnya adalah dugaan korupsi di Bank Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) yang tengah diselidiki KPK, serta kasus kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Jakarta yang menyebabkan kerugian negara.
Baca Juga: Minimnya Inovasi Teknologi Lokal: Tantangan Besar Menuju Indonesia Maju
Kasus kredit fiktif ini melibatkan pejabat bank dan pengusaha yang memanipulasi pemberian kredit tanpa jaminan yang sah.
Kasus lain yang menyita perhatian adalah korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terkait pemberian fasilitas kredit ke PT Petro Energy yang tidak layak. Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun, dengan lima tersangka telah ditetapkan.
Kasus korupsi yang sedang disidik adalah pengadaan Chromebook oleh Kemendikbudristek dengan potensi kerugian negara hingga Rp9,9 triliun. Diduga terjadi rekayasa teknis dalam proses pengadaan yang merugikan negara dan masyarakat.
Baca Juga: Maraknya Sampah di Indonesia
Tidak kalah penting, kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan Wilmar Group juga menjadi sorotan. Kejaksaan Agung menyita uang sebesar Rp11,8 triliun dari lima terdakwa korporasi dalam kasus ini. Kasus ini menambah daftar panjang korupsi besar yang merugikan negara.
Fenomena maraknya kasus korupsi ini menunjukkan bahwa ruang lingkup pemerintahan yang rawan korupsi sangat luas, mulai dari pengelolaan sumber daya alam, perbankan, lembaga pembiayaan, hingga pengadaan barang dan jasa.
Artikel Terkait
Warisan Kuasa: Dominasi Politik Keluarga Dimyati di Banten
Sejumlah Masalah Kesehatan di Indonesia
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Banten: Wajah Buruk yang Tertutup Data
Maraknya Sampah di Indonesia
Perekonomian Di Era Jokowi
Minimnya Inovasi Teknologi Lokal: Tantangan Besar Menuju Indonesia Maju
Krisis Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pemerintah