Peristiwa 19 Oktober, Terjadinya Tabrakan Kereta Api Bintaro I

photo author
- Rabu, 19 Oktober 2022 | 06:10 WIB
Peristiwa 19 Oktober Tabrakan Kereta Api (Foto)
Peristiwa 19 Oktober Tabrakan Kereta Api (Foto)

Tiba-tiba, masinis 225 terkejut melihat KA 220 telah berada di depan mata. Meski sudah menarik tuas rem bahaya, tabrakan tak terhindarkan.

Tabrakan ini terjadi pada tikungan S, km 17+252. Total kerugian material yang diketahui berdasarkan laporan akhir PJKA tersebut adalah Rp1,9 miliar. Korban tewas 139 orang dengan 72 tewas di tempat dan sisanya meninggal sekarat.

Dari 139 korban tewas, 113 di antaranya sudah teridentifikasi. Total 254 luka-luka dengan rincian 170 orang dirawat di rumah sakit dan 84 orang luka ringan.

Berbeda dengan tudingan di pengadilan dan laporan akhir PJKA bahwa Masinis KA 225, Slamet Suradio, memberangkatkan sendiri kereta apinya tanpa izin, Slamet Suradio mengatakan dengan tegas bahwa dirinya "sama sekali hanya mengikuti instruksi dari PPKA Sudimara menggunakan PTP tersebut." Bahkan Slamet Suradio berkali-kali menegaskan bahwa tudingan tersebut adalah sebuah "kebohongan besar".

Ia juga menegaskan bahwa tak ada hal apa pun yang dikhawatirkan karena ia merasa tak melihat semboyan apa pun yang diterimanya.

Saat terjadi tabrakan, Slamet Suradio juga meluruskan apa yang diberitakan di media, termasuk dalam koran Pembaruan yang pertama kali membahas mengenai Tragedi Bintaro 1987 yang menulis "masinis lompat" pada koran tersebut.

Ia menanggapi: "Kaki saya ngesot-ngesot tidak bisa jalan, akhirnya saya merambat melalui jendela." Saat terjadi tabrakan, Slamet Suradio tergencet oleh badan lokomotif dalam keadaan bersimbah darah dan dijemput oleh seorang wanita dengan mobilnya ke rumah sakit. Dalam keadaan PTP masih memiliki bekas bercak darah, Slamet Suradio berhasil membuktikan kepada hakim bahwa dirinya tergencet dan tidak melompat, dan menuding bahwa orang yang menuliskan berita tersebut adalah "orang fitnah."

Akibat kecelakaan tersebut, Slamet Suradio divonis hukuman 5 tahun penjara dan harus kehilangan pekerjaannya sebagai masinis.[10] Ia ditahan di Lapas Cipinang dan bebas pada tahun 1993. Sejak saat itu, Slamet Suradio sempat hanya apel di kantornya karena sudah dibebastugaskan. Pada tahun 1994 ia dipecat dari jabatannya sebagai masinis, kemudian Nomor Induk Pegawai Perkeretaapiannya, 120035237, dicabut pada 1996 oleh Departemen Perhubungan Indonesia. Ia pun tidak mendapat uang pensiun.

Nasib yang serupa juga menimpa Adung Syafei, kondektur KA 225. Syafei harus mendekam di penjara selama 2,5 tahun. Sedangkan PPKA Djamhari dan Umriyadi dihukum 10 bulan penjara.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Beni Hendriana

Tags

Rekomendasi

Terkini

X