Setelah adanya jalinan kerja sama PT PPM dan PT EKI, tersangka Budi ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes RI.
Peran Budi dalam kasus itu adalah menyetujui pengadaan APD sebanyak lima juta set dengan harga 48,4 dolar atau sekitar Rp748.699 kepada PT PPM dan PT EKI.
Kemudian, dua perusahaan itu melakukan negosiasi ulang terkait pengadaan APD ini pada Mei 2020.
Saat itu, Kemenkes diketahui hanya menerima APD sebanyak 3.140.200 set pada 18 Mei 2020.
Audit BPKP menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp319 miliar akibat pengadaan APD dalam perkara ini.
Oleh karena itu, tiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tersangka Berkelit 'Hanya Juru Bayar'
Salah satu tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan APD Kemenkes, yaitu Budi yang menyebut pihaknya hanya juru bayar.
Menurut Budi, harga APD Covid-19 ditentukan oleh pihak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Yang menetapkan harga itu bukan saya. Karena saya PPK pengganti," kata Budi saat ditemui awak media di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu, 26 Juni 2024 lalu.
Budi juga mengaku dirinya tidak bisa menolak perintah dari pimpinan Kemenkes untuk menjabat PPK pengadaan APD Covid 19.
Menurutnya, kala itu situasi sedang darurat dan barang-barang perlengkapan APD Covid 19 diambil terlebih dahulu baru ditentukan harganya.
"Yang menetapkan harga bukan saya, yang menunjuk penyedia juga bukan saya, barang itu juga sudah diambil duluan, bukan saya yang ambil," ujarnya.
Baca Juga: Pelanggar Netralitas ASN, Tekankan Netralitas ASN? Begini Pesan Pjs Wali Kota Cilegon
Berkaca dari kasus tersebut, inilah ulasan terkait standar APD dalam manajemen Penangan Covid 19 di masa krisis itu.