Perekonomian Indonesia di era Jokowi juga menunjukkan upaya diversifikasi. Pemerintah mulai mengembangkan industri hilirisasi, terutama dalam sektor pertambangan dan energi. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah ekspor dan mengurangi ketergantungan terhadap komoditas mentah. Namun, proses industrialisasi ini membutuhkan waktu dan harus dibarengi dengan penguatan kualitas sumber daya manusia.
Baca Juga: Sinergi Honda dan Jasa Raharja Gelar Edukasi Safety-T di Banten
Pendidikan vokasi dan pelatihan kerja juga menjadi prioritas dalam pembangunan ekonomi. Pemerintah meluncurkan program Kartu Prakerja sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Meskipun program ini cukup membantu, efektivitasnya masih perlu ditinjau secara lebih mendalam.
Dari sisi makroekonomi, stabilitas inflasi dan nilai tukar relatif terjaga selama era Jokowi. Ini merupakan pencapaian penting yang memberi kepercayaan kepada investor dan pelaku pasar. Namun, tantangan struktural seperti ketergantungan impor pangan dan lemahnya daya saing industri nasional masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua periode pemerintahan Jokowi memang relatif stabil di kisaran 5%. Namun angka tersebut tidak serta-merta mencerminkan pemerataan kesejahteraan.
Baca Juga: Kemiskinan dan Ketimpangan di Indonesia: Masalah, Penyebab, dan Strategi Penanggulangan
Ketimpangan ekonomi masih menjadi isu krusial, terutama antara pusat dan daerah, serta antara kelas atas dan kelas bawah. Banyak masyarakat kecil yang merasa tertinggal, bahkan terpinggirkan, dalam proses pembangunan.
Secara keseluruhan, perekonomian di era Jokowi mencerminkan campuran antara ambisi besar pembangunan dengan tantangan-tantangan struktural yang belum selesai. Meskipun banyak kemajuan dicapai, pemerataan hasil pembangunan dan keberlanjutan kebijakan menjadi kunci bagi masa depan ekonomi Indonesia.***