Penulis Oleh : Andiko Nugraha
TOPMEDIA.CO.ID - Dalam memperingati hari buruh sedunia pada tanggal 1 Mei yang lalu, presiden Prabowo menegaskan dukungannya untuk segera membahas dan mengesahkan undang-undang perampasan aset.
Sudah sejak dua dekade yang lalu beleid usulan undang-undang itu telah digulirkan oleh pemerintah kepada DPR. Secara prosedural, undang-undang bisa diusulkan oleh pemerintah kepada DPR atau bisa juga diusulkan oleh DPR kemudian dibahas bersama pemerintah dan diundangkan.
Artinya, hanya ada dua pihak yang bisa merealisasikan sebuah undang-undang, pemerintah yang dipimpin oleh presiden dan DPR yang mewakili rakyat.
Baca Juga: Keaslian Ijazah Presiden Jokowi: Kajian Fakta, Klarifikasi Institusional, dan Implikasi Hukum
Notabene, usulan undang-undang perampasan aset telah diajukan sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo dan sekarang masih dilanjutkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Bahkan keduanya dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan di eranya masing-masing, yang berurutan, dalam berbagai kesempatan dengan gencar menyampaikan kepada publik harapan mereka agar undang-undang tersebut segera disahkan.
Namun, hingga hari ini belum ada kejelasan kapan harapan itu menjadi kenyataan.
Baca Juga: Sisco Kembali Torehkan Prestasi Dikanca Kejuaran Nasional UNJ Open Roller Sport 2025
Sebagai rakyat awam yang sangat mendambakan korupsi di negeri tercinta ini secepatnya diberantas secara tegas dan tuntas, sangat berharap undang-undang dimaksud segera disahkan dan diterapkan.
Mengingat Jokowi dan Prabowo begitu dihormati oleh hampir semua pimpinan partai, patut diduga tak kunjung selesainya proses pembentukan undang-undang perampasan aset tidak mendapat sambutan yang seharusnya dari DPR.
Tentu saja timbul pertanyaan, siapa saja anggota DPR yang enggan mendukung? Dampaknya, terkesan apa yang disuarakan oleh presiden Jokowi dan presiden Prabowo hanya merupakan retorika belaka, could be.
Terlepas dari retorika atau tidak, saat ini terindikasi masyarakat meragukan keseriusan pemerintah dalam menangani korupsi salah satu penyebabnya adalah kegagalan dalam menghasilkan produk undang-undang yang sangat diperlukan.
Dalam konteks ini Zaenur Rohman, seorang Peneliti Pusat Studi Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, sebagaimana disampaikan dalam Media Indonesia, menilai belum ada langkah nyata dari presiden dalam memberantas korupsi.