Penulis: Suciati Fadilah (Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam PSDKU serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Perkawinan di Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, beserta perubahannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Secara Tegas Menetapkan Usia Minimal Perkawinan Yaitu 19 Tahun Bagi Pria Dan Wanita.
Namun, Ironisnya, Celah Hukum Masih Sering Di Manfaatkan Melalui Dispensasi Perkawinan Yang Diberikan Pengadilan Agama Atau Pengadilan Negeri.
Perkaawinan dini, pernikahan yang terjadi sebelum usia 18 tahun, selain dapat merenggut masa depan anak-anak Indonesia, praktik ini dapat menjadi pelanggaran serius terhadap hukum dan Hak Asasi Manusia.
Baca Juga: Lunturnya Nilai Pancasila dan Dampaknya
Meski telah ada regulasi untuk mengatur batas usia perkawinan, namun implementasi dan penegakannya masih belum optimal.
Perkawinan merupakan sebuah ikatan suci yang membentuk keluarga dan membentuk generasi baru.
Secara ringkas, perkawinan adalah sebuah perjalanan kemitraan yang mendalam, membutuhkan komitmen, pengertian, komunikasi dan kerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.
Baca Juga: impunan Masyarakat Nelayan Indonesia Siap Dukung Penuh Acara Kongres Banten Pulih
Perkawinan juga merupakan perwujudan negara Indonesia sebagai negara hukum dan negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagai contoh, pernikahan dini yang terjadi pada tahun 2023, sebanyak 24 permohonan pernikahan dini di Kota Serang, 15 di antaranya di setujui Pengadilan Agama.
Sering terjadi faktor dari pernikahan dini yaitu sulit mendapatkan pekerjaan, pandangan dan kepercayaan, sikap anak, dan kehawatiran orang tua.
Baca Juga: TB Hasanuddin Kukuhkan DPD LBH Bapeksi Provinsi Banten
Pernikahan dini juga memiliki dampak negatif seperti risiko terjadinya kekerasan seksual, risiko masalah psikologis, risiko tingkat soaial dan ekonomi yang rendah.
Cara mencegah pernikahan dini, yaitu dengan cara edukasi tentang pentingnya pendidikan, sosialisasi dampak pernikahan dini, pemberdayaan ekonomi, dan memberikan konseling dukungan untuk anak remaja.