Ketiga, pendidikan hukum dan kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan. Rakyat harus memahami hak dan kewajibannya agar tidak mudah dipermainkan oleh sistem. Mahasiswa hukum, akademisi, dan praktisi perlu bersama-sama membangun budaya hukum yang sehat dan berkeadilan.
Baca Juga: Perseroda Jamkrida, Ambisi Baru Gubernur Banten Andra Soni dalam Menopang Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Mahasiswa hukum memiliki peran strategis dalam memperjuangkan tegaknya keadilan. Sebagai calon penegak hukum masa depan, mahasiswa harus menanamkan idealisme dan integritas sejak dini. Hukum bukan sekadar kumpulan pasal, tetapi nilai-nilai luhur yang menjunjung kejujuran, kemanusiaan, dan keadilan sosial. Mahasiswa juga harus berani bersuara dan kritis terhadap praktik ketidakadilan. Melalui tulisan, diskusi, penelitian, maupun aksi sosial, mahasiswa dapat menjadi agen perubahan dalam membangun kesadaran hukum di masyarakat. Sebab, perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran kecil yang tumbuh di kalangan muda.
Hukum yang “tumpul ke atas dan tajam ke bawah” mencerminkan krisis moral dalam sistem keadilan kita. Jika dibiarkan, hal ini akan terus menggerogoti kepercayaan publik dan menurunkan martabat negara hukum. Sudah saatnya seluruh elemen bangsa — pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat — bersatu untuk mengembalikan marwah hukum sebagai pelindung rakyat, bukan alat penguasa.
Keadilan sejati hanya dapat tercapai bila hukum ditegakkan dengan hati nurani. Karena tanpa keadilan, hukum hanyalah teks mati di atas kertas; dan tanpa kejujuran, hukum hanyalah topeng dari ketidakadilan yang disamarkan. Maka tugas kita, generasi muda hukum, adalah menghidupkan kembali semangat keadilan itu agar hukum benar-benar menjadi panglima di negeri ini.***