Krisis nilai ini seharusnya menjadi perhatian serius, terutama bagi institusi pendidikan dan keluarga. Pendidikan Pancasila tidak cukup hanya disampaikan secara formal dalam kurikulum, tetapi harus ditanamkan melalui keteladanan, diskusi terbuka, dan praktik langsung dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga pun memiliki tanggung jawab besar dalam menanamkan nilai-nilai luhur sejak dini.
Baca Juga: Progresif, Walikota Serang Budi Rustandi Langsung Anggarkan 25 Miliar Pada Titik Banjir
Membangun Kembali Kesadaran Ber-Pancasila
Menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila bukan tugas ringan, tetapi bukan pula mustahil. Pemerintah, tokoh masyarakat, pendidik, dan setiap warga negara memiliki peran untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan yang bersumber dari Pancasila.
Kampanye digital, gerakan sosial, dan revitalisasi pendidikan karakter bisa menjadi langkah awal untuk membendung arus lunturnya nilai-nilai dasar bangsa ini.
Penutup
Pancasila bukan sekadar dokumen historis atau simbol negara. Ia adalah napas dan jiwa bangsa Indonesia. Di tengah derasnya arus modernisasi, Pancasila harus kembali dihidupkan dalam praktik hidup sehari-hari—sebagai kompas moral, penuntun sosial, dan benteng kebangsaan. Bila tidak, kita berisiko kehilangan arah dan jati diri sebagai bangsa yang besar.***