Penulis: Hafidh Khoirul Anwar (Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Di tengah laju pesatnya modernisasi dan globalisasi, Indonesia dihadapkan pada tantangan besar: mempertahankan jati diri bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
Sebagai dasar negara sekaligus ideologi bangsa, Pancasila telah menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara sejak kemerdekaan. Namun, realitas sosial hari ini menunjukkan adanya gejala lunturnya nilai-nilai tersebut, terutama di kalangan generasi muda dan dalam dinamika kehidupan masyarakat urban.
Modernisasi membawa banyak dampak positif, seperti kemajuan teknologi, keterbukaan informasi, dan pertumbuhan ekonomi. Namun, bersamaan dengan itu muncul juga dampak negatif, yakni mengikisnya nilai gotong royong, meningkatnya individualisme, serta merosotnya sikap toleransi.
Baca Juga: Banyak Pekerjaan Rumah Pemkot Serang untuk Menata Kota
Banyak pihak mulai mempertanyakan, sejauh mana Pancasila masih menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari?
Krisis Toleransi dan Persatuan
Salah satu nilai utama dalam Pancasila adalah persatuan. Namun, akhir-akhir ini masyarakat Indonesia justru tampak terfragmentasi oleh isu-isu identitas, politik, dan agama.
Polarisasi di media sosial, ujaran kebencian, serta munculnya kelompok-kelompok intoleran menunjukkan adanya krisis nilai kebhinekaan dan persaudaraan. Keberagaman yang dulu menjadi kekuatan kini justru sering menjadi sumber perpecahan.
Baca Juga: Tindak Lanjuti LHPL OJK, Jamkrida Banten Lakukan Penyesuaian Cadangan Klaim
Lunturya Semangat Gotong Royong
Gotong royong, sebagai pengejawantahan dari sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” kian jarang dijumpai dalam kehidupan masyarakat modern. Budaya saling bantu dan peduli mulai tergantikan oleh kepentingan pribadi dan kompetisi individual.
Hal ini sangat kentara dalam kehidupan kota besar yang semakin pragmatis dan konsumtif.
Peran Pendidikan dan Keluarga