Meski Bukan Hal yang Wajib, Bolehkah Istri Menafkahi Suami? Simak Ulasan Berikut!

photo author
- Selasa, 17 Mei 2022 | 21:54 WIB

فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

 “Hendaklah kalian memperhatikan kaum wanita dengan baik.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Seorang wanita harus memahami bahwa dalam ajaran Islam, ia bakal hidup dalam kemuliaan lagi berharga, penuh perlindungan dan memperoleh hak-haknya sebagaimana telah ditetapkan Allah baginya. Kondisi ini berbeda dengan wanita pada masa Jahiliyah.

NAFKAH MERUPAKAN KEWAJIBAN SUAMI

Nafkah dalam hal ini terbagi dalam dua. Pertama, nafkah lahir yang berupa pakaian, makan, dan tempat tinggal. Kadar atau besarannya sesuai kesepakatan mereka atau sepantas kemampuan suami. Kedua, nafkah batin, yaitu berupa pemenuhan kebutuhan biologis.

Dalam hal nafkah batin ini banyak suami yang lengah, hanya memenuhi kepuasan seksual diri sendiri saja tanpa memikirkan kebutuhan dan kepuasan istrinya.

Asal butuh maka suami mengajak istrinya berhubungan, dan kalau sudah puas (orgasme) maka segera berakhir pula kemesraan itu. Tidak boleh demikian.

Suami juga harus menyelami apakah istrinya sedang butuh berhubungan atau tidak, dan ketika sedang berhubungan suami harus memperhatikan apakah istrinya sudah puas (orgasme) atau belum. Jangan sampai istri menderita batin karena kebutuhan asasi ini.

Jika suami tidak memenuhi kewajiban nafkah dalam dua kategori, yakni nafkah lahir dan nafkah batin, maka keterikan istri untuk mematuhi suami menjadi longgar.

Baca Juga: Lukashenko: Barat Akan Memecah Belah Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif CSTO

Bahkan menurut fuqaha Syafi’iyah dan Hanabilah, jika suami sama sekali tidak mampu memberi nafkah, maka istri boleh melakukan fasakh (menuntut pembatalan nikah) atau menggugat cerai ke pengadilan agama.

Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW kepada seseorang yang tidak mampu memberi nafkah pada istrinya: “ceraikan mereka,” (HR ad-Daruquthni dan al-Baihaqi dari Abu Hurairah RA).

Tetapi menurut fuqaha Hanafiyah, suami istri tersebut tidak boleh dipisahkan, melainkan nafkah itu menjadi utang suami pada istri yang suatu saat wajib dikembalikan jika suami sudah ada kemampuan. Malah menurut fuqaha Malikiyah, suami yang benar-benar tidak mampu memberi nafkah pada istrinya maka kewajiban nafkah itu guru dari suami.

Jumhur fuqaha (mayoritas ulama ahli fikih) berpendapat bahwa dalam keadaan suami tidak mampu memberi nafkah sebagaimana tersebut di atas, maka nafkah keluarga menjadi utang suami, yang pada saat ada kemampuan wajib dikembalikan.

ISTRI KARIR DAN KELUARGA

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Beni Hendriana

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X