TOPMEDIA.CO.ID - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten terus melakukan terobosan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di Provinsi Banten.
Salah satunya mencanangkan program Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) yang merupakan cara terbaik untuk mencegah sakit yang disebabkan oleh bakteri Tuberkulosis (TBC), mengurangi bakteri sumber penularan, serta mencegah penularan ke tahap selanjutnya.
Dijelaskan Kepala Dinkes Banten dr Ati Pramudji Hastuti, TPT merupakan salah satu intervensi untuk menurunkan beban TBC, terutama Orang Dengan HIV (ODHIV).
Baca Juga: Perangi Narkoba, Lapas Serang Lakukan Tes Urine Mendadak Kepada Seluruh Pegawai
“TBC ini menyerang orang yang memiliki daya tahan tubuh atau kekebalan imun rendah, tenaga medis, dan orang yang memiliki kontak langsung dengan pasien penderita TBC. Makanya, kita canangkan TPT untuk mengintervensi menurunkan beban TBC,” tutur Ati.
Kata Ati, program TBC nasional berencana akan memperluas pemberian TPT untuk semua kontak serumah dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dan ODHA. Perluasan program itu, kata Ati, membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan. Oleh karenanya, menurut Ati, dibutuhkan strategi komunikasi pemberian TPT yang komprehensif, mengingat TPT merupakan intervensi yang menyelamatkan kehidupan manusia, mewujudkan permintaan yang membutuhkan, serta penyediaan rejimen baru yang lebih pendek dan efektif terintegrasi dengan strategi penemuan kasus TBC yang intensif.
Baca Juga: Strategi Dilakukan Pj. Gubernur Banten Dalam Penanganan Stunting
Syarat diberikan TPT, kata Ati, yakni tidak sedang sakit atau melakukan pengobatan TBC.
“Kalau sakit TBC, harus diberi obat anti TBC, bukan obat pencegahan TBC,” terang Ati.
TPT, dijelaskan Ati, diberikan kepada orang yang tidak sakit TBC dan dalam kondisi kontak serumah atau tinggal dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), Orang berisiko seperti pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien hemodialisa, warga binaan permasyarakatan (WBO), petugas kesehatan yang berisiko tinggi, sekolah asrama, tempat pengungsian dan lainnya.
Disebutkan Ati, ada empat macam pilihan TPT di Indonesia, yakni obat Isoniazid (INH) diminum setiap hari selama enam bulan. INH, diungkapkan Ati, merupakan obat golongan antibiotik yang digunakan untuk menangani gejala TBC paru ataupun ekstra paru, dimana biasanya regimen Isoniazid termasuk ke dalam regimen penanganan TBC yang terdiri atas Rifamsinin, Izoniazid, Pirazinamid, dan Ethambutol.
Baca Juga: Swiss Peringatkan Eropa dan AS, Aset Rusia Diberikan Ke Ukraina Berbahaya
Berikutnya, lanjut Ati, obat INH dan Rifampisin yang diminum setiap hari selama tiga bulan. Rifampicin atau Rifampin, dijelaskan Ati, adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit akibat infeksi bakteri. Obat bekerja dengan cara membunuh bakteri penyebab infeksi.
“Penyakit akibat infeksi bakteri yang dapat diobati dengan Rifampicin itu TBC dan kusta,” sebut Ati.
Berikutnya, sambung Ati, obat INH dan Rifapentine yang diminum seminggu sekali selama tiga bulan. Rifapentine, kata Ati, adalah obat Antibiotik yang bekerja untuk mengurangi pertumbuhan infeksi bakteri bagi penderita TBC aktif tes kulit TBC positif.
Artikel Terkait
8 penyakit Menyerang Korban Banjir, Dinkes Kota Serang : Kita Butuh Obat Obatan
Galakkan Program Dorayaki, Dinkes Kota Cilegon bersama PMI Open Donor Darah
Dinkes Banten Canangkan BIAN 2022 untuk Akselerasi Imunisasi
Dinkes Banten Distribusikan Tenaga Kesehatan Penugasan Khusus Penuhi SDM di Fasyankes