Jeirry mengkritik pembuatan banyak undang-undang yang seringkali lebih dipengaruhi oleh kepentingan kekuasaan daripada berdasarkan pada norma dan pengalaman aktual, terutama dalam konteks pemilu.
"Jangan sampai semangat seperti ini mendominasi pembuatan UU Pemilu, yang justru mengabaikan keputusan MK dan malah menghasilkan norma baru yang bertentangan," tegasnya.
Putusan MK ini juga berdampak pada proses verifikasi partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jeirry mengatakan bahwa aturan mengenai partai politik dalam UU Partai Politik sudah cukup ketat, namun masalahnya ada pada proses verifikasi.
Menurutnya, verifikasi dalam pemilu sebelumnya penuh dengan dugaan manipulasi politik uang dan tidak cukup ketat, sehingga partai-partai yang kekuatannya tidak signifikan tetap lolos.
Hal ini tercermin dari hasil pemilu, di mana hanya ada delapan partai yang lolos ke parlemen pusat.
Verifikasi yang tepat, menurut Jeirry, menjadi kunci dalam menentukan kelayakan partai politik untuk ikut serta dalam pemilu mendatang.
Verifikasi ini juga akan mengukur sejauh mana sebuah partai memiliki dukungan hingga ke akar rumput.
Ia menambahkan bahwa para kader partai politik harus lebih serius dalam mengelola partainya, karena jika sebuah partai mencalonkan presiden tetapi tidak memiliki dukungan yang cukup, itu bisa menjadi masalah.
Ini juga menjadi tantangan bagi KPU untuk melakukan verifikasi yang ketat dan hanya meloloskan partai-partai yang benar-benar diterima oleh publik.
Anwar Usman Tidak Menyetujui Keputusan MK
Namun, tidak semua pihak mendukung putusan MK ini. Salah satunya adalah Hakim Konstitusi Anwar Usman, yang merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo.
Anwar Usman, bersama dengan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan perkara Nomor 62/PUU-XXI/2023 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden.
Menurut mereka, para Pemohon yang mengajukan uji materi terhadap ambang batas pencalonan presiden tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing).
Karena itu, Anwar Usman dan Daniel Yusmic berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak menerima permohonan tersebut.
Uji materi ini diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yang terdiri dari Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Artikel Terkait
Demokrasi Kita: Sekedar Prosedur atau Substansi?
Bupati Serang Tunggu Teknis Pusat Soal Program Makan Bergizi Gratis
Pentingnya Hukum Ketatanegaraan untuk Masa Depan Bangsa Indonesia:
Pentingnya Kebhinekaan dalam Demokrasi Indonesia
Dulu Lawan Sekarang Kawan Ahok dan Anies Ungkap Ada Kejutan di Tahun 2025, Intip Sejarah Rivalitas yang Panas
Bimbangnya Pemerintah Terkait Ujian Nasional Akan Dimunculkan Lagi Tahun 2026, Abdul Mukti Ungkap Nama Baru UN
Mahkamah Konstitusi Hapus Presidential Threshold yang Memudahkan Semua Calon Presiden, Ini Sejarahnya
Tips Maksimalkan Diskon token listrik sebesar 50 persen Agar Lebih Hemat dan Optimal
Pembangunan PIK 2 Ditolak Keras Oleh Mahasiswa Banten, Ketua FORMAT Sebut Pembangunannya Kontroversial
Makan Bergizi Gratis Mulai Diterapkan di 26 Provinsi, Begini Soal Cara Daftar Jadi Mitra dan Penerima Manfaat Program