SERANG, TOPmedia -Â Sebagai Ibu Kota Provinsi Banten, Kota Serang memiliki salah satu jembatan bersejarah yang terdapat di Kelurahan Dalung, Kecamatan Cipocok Jaya. Yang merupakan sebagai penghubung antar kampung, Perumahan Griya Permata Asri (GPA) dan Kampung Karundang BLK.
Berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat sekitar, bahwa Jembatan bersejarah tersebut, telah 17 tahun mengalami kondisi rusak parah. Padahal, terdapat 4 makam bersejarah di sekitar jembatan tersebut.
Mulai dari makam Buyut Kusen, Buyut Kenidin. Buyut Santri Pancuran Emas, dan Nyi Lengket. Bahkan, sempat sering dikunjungi oleh Walikota dan Wakil Walikota Serang terpilih, Syafrudin-Subadri Usuludin.
"Jembatan ini penghubung antar kampung. Bukan hanya sering disebrangi oleh masyarakat sekitar, untuk sekolah maupun bekerja. Di Malam Jumat juga, kerap menjadi tempat penziarahan. Dulu Pak Syafrudin maupun Pak Subadri sering kesini, pada saat kampanye dengan menjanjikan akan membangun jembatan bersejarah tersebut," ungkap Ferry, sebagai sesepuh Kampung Karundang BLK, saat ditemui di Makam Buyut Kusen, Selasa (24/9/2019).
Ferry yang merupakan warga asli Kampung Karundang BLK mengaku, bahwa jembatan tersebut adalah sejarah perjuangan Banten. Dirinya, yang sudah tinggal di Karundang dari tahun 1998, dan hapal betul sejarahnya jembatan tersebut.
"Jembatan itu, sudah ada dari tahun Alm bapak saya masih hidup. Lalu mulai dibangun pada tahun 2002 oleh masyarakat di Perumahan GPA, dengan swadaya. Kita mah hanya membantu tenaga saja, untuk biaya tidak memilikinya. Alhasil, bisa difungsikan kembali untuk anak-anak bersekolah dan ibu-ibu bekerja," jelasnya.
Setelah itu, perjalanan pun dilanjutkan dengan menyebrang jembatan bersejarah, menuju Perumahan GPA. Terlihat kayu yang rapuh maupun besi keropos, sangatlah mengkhawatirkan. Jantung pun berdeyut kencang, sangat hendak menyebrangi jembatan tersebut.
Sesampai diujung jembatan, langsunglah menuju Perumahan GPA. Lalu bertemu dengan Ketua RT 01, RW 03, Mulyadi HS di sebuah masjid yang sedang direnovasi. Ia pun menjelaskan, awalnya masyarakat GPA kesulitan dalam hal transportasi pada tahun 2002, karena masih sepi dan rawan begal.
"Nah saat itu, terpikirlah oleh masyarakat GPA untuk kembali memfungsikan jembatan gantung yang sudah tidak terpakai. Di tahun 2002 pun, jembatan bersejarah kembali dibangun dari pohon kelapa secara gotong-gotong royong," ucapnya.
Waktu pun berlalu, dan tahun mulai berganti. Mulyadi mengaku, masyarakat mulai merasa khawatir dengan Jembatan bersejarah yang dibangun dengan menggunakan pohon kelapa.
"Karena kita terlalu riskan, lalu dibangun kembali memakai bambu pada tahun 2004," katanya.
Selang setahun, masih kata Mulyadi, masyarakat mulai bikin proposal untuk meminta bantuan kepada Krakatau Waja Tama (KWT) di Cilegon pada tahun 2005.
"Dapatlah tuh kita dana, lalu kita kerjakan untuk bergotong royong. Alhasil, terbangunlah jembatan yang kokoh dari baja maupun besi panjang," tutur Mulyadi.
Tetapi, jembatan sepanjang 30 meter yang kokoh dan juga kuat hanya bertahan selama 5 tahun. Dikarenakan, sambungnya, hujan deras yang tak kunjung reda menyebabkan longsong. Sehingga membuat hancur jembatan kokoh yang dibangun dari baja riang tersebut.