nasional

Baru Disahkan, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Gugat Undang-Undang TNI ke Mahkamah Konstitusi

Jumat, 21 Maret 2025 | 21:35 WIB
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (21/3/2025)

TOPMEDIA.CO.ID - Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru saja disahkan DPR RI pada Kamis (20/3/2025) langsung menuai gugatan.

Tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) mengajukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (21/3/2025), dengan alasan adanya kecacatan prosedural dalam proses pembentukan undang-undang tersebut.

Kuasa hukum mahasiswa UI, Abu Rizal Biladina, menyebutkan bahwa pembahasan revisi UU TNI berlangsung sangat cepat, hanya dalam waktu delapan hari sejak pembentukan panitia kerja hingga pengesahan.

"Proses ini sangat tergesa-gesa dan tidak memberikan ruang partisipasi bermakna bagi masyarakat," ujar Rizal.

Baca Juga: Butuh Dana Sekitar Rp200 Miliar, Pemkot Serang Minta Bantuan Pusat Untuk Perbaikan Infrastruktur Pendidikan

Ia juga menyoroti bahwa draf RUU TNI dan naskah akademik tidak tersedia di situs resmi DPR, yang dianggap melanggar asas keterbukaan.

Proses legislasi yang dianggap cacat ini juga mendapatkan sorotan dari para pengamat politik. Pengamat dari Universitas Gadjah Mada, Bambang Arianto, menyebut bahwa kecepatan pembahasan undang-undang semacam ini berpotensi mengurangi kualitas regulasi.

Menurutnya, UU yang dibuat tanpa melibatkan cukup banyak masukan dari masyarakat rawan bermasalah di kemudian hari.

Dalam dokumen gugatan, mahasiswa UI mengajukan lima poin utama, termasuk permintaan agar MK menyatakan UU TNI yang baru disahkan tidak memenuhi ketentuan pembentukan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945. Mereka juga meminta agar norma-norma baru dalam UU TNI dihapus dan dikembalikan ke aturan sebelumnya.

Baca Juga: Pengacara Baim Wong Klaim Anak-anak Menangis karena Menolak Bertemu Paula Verhoeven: Tidak Mau dengan Ibunya

Meski gugatan ini bersifat formil, sejumlah pihak juga mengkritik substansi revisi UU TNI. Penambahan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan perluasan jabatan sipil yang dapat diisi prajurit aktif TNI dinilai berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI, yang bertentangan dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil.

Tak hanya itu, beberapa lembaga swadaya masyarakat telah menyatakan kekhawatiran bahwa pelibatan TNI dalam lebih banyak tugas sipil berpotensi menimbulkan friksi antara institusi militer dan masyarakat. Mereka menilai bahwa pendekatan ini seharusnya dibarengi dengan sistem pengawasan yang lebih ketat.

Ketua DPR Puan Maharani sebelumnya menyatakan bahwa revisi UU TNI tetap berlandaskan nilai demokrasi dan supremasi sipil. Namun, gelombang penolakan dari masyarakat sipil menunjukkan adanya kekhawatiran besar terhadap dampak revisi ini.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyebut bahwa revisi ini dirancang untuk menghadapi tantangan keamanan baru, termasuk ancaman siber dan ketegangan geopolitik.

Halaman:

Tags

Terkini