Sesungguhnya pada waktu itu, di samping dari para murid yang datang dari Indonesia. Syekh Nawawi- dan juga para Syekh atau ulama lain yang berasal dari Indonesia juga mendapatkan informasi tentang perkembangan situasi sosial politik yang sedang terjadi dari jamaah haji dari Indonesia yang datang ke Mekkah dan Madinah. Karena selain melaksanakan ibadah haji, mereka juga bertukar informasi terutama tentang situasi dan kondisi yang ada di kawasan masing-masing.
Oleh karena itu, selain pelajaran agama, Syekh Nawawi juga mengajarkan makna kemerdekaanm anti kolonialisme dan imperialism dengan cara yang halus. Karena, bagi Syekh Nawawi, betapa perlu dan mendesaknya untuk mencetak kader-kader patriotic yang kelak mampu menegakkan kebenaran, menumpas kebatilan dan menghancurkan kedzaliman.
Hasil didikan Syekh Nawawi sikap “anti penjajah” yang disampaikan secara halus tersebut, kemudian diartikulasikan oleh para muridnya setelah mereka kembali ke Tanah Air. Hal ini misalnya, Nampak dalam perjuangan Hadratussyekh Kiai Hasyim Asy’ari di saat revolusi fisik tengah terjadi.
Pada saat itu, ia mengeluarkan “Resolusi Jihad” yang berisi seruan untuk mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah dari Tanah Air Indonesia. Hasil dari Resolusi Jihad tersebut adalah meletusnya peristiwa 10 November di Surabaya yang kemudian setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pahlawan secara Nasional.
Baca Juga: BLT Ditukar Sembako, Wakil Ketua Dewan Kota Serang : Usut Tuntas, Walikota Serang Harus Tegas
Syekh Nawawi akan selalu dikenang
Syekh Nawawi adalah contoh sekaligus bukti bahwa ulama Islam dari selain Arab, seperti Indonesia tidak ketinggalan dengan ulama-ulama Timur Tengah. Secara garis besar, buah ilmu karya Syekh Nawawi menjadi bahan utama dan sering dikaji di pesantren-pesantren seluruh Indonesia, menurut seorang peneliti berkebangsaan Belanda, Prof. Martin Van Bruinisen di antara kitab karya Syekh Nawawi yang sering dikaji di pesantren adalah Kasyiafah Asy-Syaja, Sullam Al-Munajjat, Uqud Al-Lujain, At-Tsimar Al-Yaniah fi Riyad Al-Badiah, Fath Al-Majid, Tijan Durari, Nur Ad-Dzalam, dan karya beliau yang paling popular dan fenomenal adalah Tafsir Munir.
Kehadiran seorang ulama dari tanah Banten dengan kitab-kitab hasil karyanya tersebut memberikan andil yang sangat besar dalam bidang pendidikan dan khazanah keilmuan bagi kaum muslimin dunia, dan Indonesia, khususnya masyarakat tradisional (pesantren) di tanah Jawa, inilah yang menjadi sebab mengapa sampai hari ini masyarakat pesanteren sering di identikkan dengan kaum tradisional dan penghormatan mereka kepada Syekh Nawawi hingga saat ini masih sangat luar biasa, meskipun sudah ratusan tahun berlalu, tak lain ini karena pengaruh dari goresan tinta beliau yang dituangkan dalam kitab-kitab hasil karnyanya tersebut.
Baca Juga: Minta Gubernur Banten Tengok Korban Banjir, Wakil Ketua Dewan : Kota Serang Ini Ibu Kota Banten
Aktivitasnya di bidang keilmuan ini dijalani oleh Syekh Nawawi hingga akhir hayatnya. Pada tanggal 25 Syawwal 1314 H/ 1897 M, di Syi’ib Ali, Mekkah Al-Mukarramah, beliau wafat dan dimakamkan di Ma’la berdekatan dengan makam Ibn Hajar dan Sayyidah Asma’ binti Abu Bakar Ash-shiddiq, Rahimakumllah ya Syekhana, semoga Allah mencurahkan kasih sayang dan limpahan rahmat-Nya untukmu. Ya Rabb***
Artikel Terkait
Rano-Embay "Curhat" ke Cicit Syekh Nawawi Al-Bantani
Jokowi Hadiri Khaul Syekh Nawawi Al-Bantani
Sangat Populer di Kalangan Santri, Ini Harapan Syekh Nawawi Sebagai Penulis Kitab Nashaih Al-Ibad
Haul Syekh Nawawi ke-126, KH Ma’ruf Amin Ajak Semua Pihak Kembangkan Wisata Religi di Tanara
Asal Mula Tebuireng, Wiro Sableng Hadang Syekh Hasyim Dirikan Pondok Pesantren