TOPMEDIA - Kekerasan fisik maupun seksual di lingkungan pesantren terhadap santri dan santriwati kerap terjadi.
Kasus kekerasan di Pesantren tahun 2024, adanya dugaan penganiayaan berujung tewasanya seorang santri di bawah umur di salah satu pesantren di Kediri, Jawa Timur.
Hal tersebut diartikan bahwa lemahnya sistem pengawasan terhadap pesantren yang tidak berizin.
Oleh karena itu, semakin maraknya kasus kekerasan maupun pelecahan seskual di pesantren. Banyak masyarakat yang menutut Kementerian Agama segera melakukan perbaikan dalam tata kelola pesantren.
Berdasarkan data layanan SAPA 129, kasus kekerasan di lingkungan pendidikan baik di sekolah maupun pesantren tahun 2023 mencapai 49 kasus dengan jumlah 63 korban.
Sedangkan periode Januari – Februari 2024, sudah tercatat 3 kasus dengan 3 korban di lingkungan pendidikan.
Kejadian kekerasan yang berujung tewasnya santri di pesantren bukan kali ini saja terjadi hampir setiap tahun terjadi laporan perundungan di pondok pesantren.
Bulan Februari 2024, seorang santri pesantren di Makkasar pun harus kehilangan nyawanya karena dianiaya seniornya.
Bocah berusia 15 tahun tersebut meninggal dunia usai mendapatkan luka serius di kepala. Diduga tersangka melakukan tindakan bodoh kepada korban atas dasar ketersinggungan.
Sedangkan pada Desember 2023 lalu, santri Pesantren Husnul Khotimah, dengan inisial H (18) diduga tewas dikeroyok temannya.
Polisi sudah menetapkan 18 tersangka dalam kasus tersebut, termasuk 12 santri di bawah umur. Dugaan H (18) dikeroyok karena membuat kesalahan.
Pada Minggu (10/9/2023), kekerasan di Pesantren tepatnya di Desa Klepu, Kecamatan Pringsurat,Kabupaten Temanggung terjadi kekerasan santri sekitar pukul 09.30 WIB.
Kekerasan itu diduga dilakukan oleh delapan santri pada seorang santri dengan inisial N warga Ngempan Bergas Semarang.
Teman – temannya melakukan kekerasan tersebut karena N sering melakukan kegiatan yang merugikan santri – santri lain.