Penulis: Fitri Fajriyah (Mahasiswi Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Kasus pembunuhan ibu dan anak di Malang pada bulan Juni 2023 menjadi salah satu tragedi yang sangat menggelisahkan dan mengguncang hati publik Indonesia.
Pembunuhan ini melibatkan seorang pria bernama Daryanto yang membunuh istrinya, Dwi Lestari, dan anak mereka, seorang balita berusia tiga tahun, dengan cara yang sangat keji dan brutal.
Peristiwa ini tidak hanya menyoroti tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang semakin meningkat, tetapi juga menggambarkan kompleksitas masalah sosial dan psikologis yang bisa mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kejam terhadap orang yang mereka cintai.
Baca Juga: Kritik PKn dan Materi-materi yang Hilang
Kejadian yang Menyentak
Pada awalnya, pembunuhan ini mungkin terlihat sebagai sebuah kasus kriminal biasa. Namun, saat detil kasus ini terungkap, fakta-fakta yang mengerikan mulai muncul.
Daryanto, yang merupakan seorang sopir taksi online, diduga melakukan pembunuhan terhadap istri dan anaknya setelah terlibat cekcok rumah tangga. Motifnya, menurut pengakuan tersangka, terkait dengan masalah ekonomi dan kekesalan pribadi yang telah lama terpendam.
Pada malam kejadian, Daryanto membunuh istrinya terlebih dahulu dengan cara dicekik, lalu membunuh anaknya yang masih balita dengan cara yang tak kalah kejam.
Baca Juga: Kegunaan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) untuk Anak Sekolah
Kemudian, Daryanto mencoba mengelabui polisi dengan cara berpura-pura mencari kedua korban, sebelum akhirnya terbongkar bahwa dia lah pelaku pembunuhan tersebut. Kasus ini menjadi semakin mengerikan karena, selain adanya unsur kekerasan fisik yang ekstrem, pembunuhan ini juga melibatkan orang-orang yang seharusnya paling kita lindungi: anggota keluarga sendiri.
Latar Belakang Kekerasan dalam Rumah Tangga
Pembunuhan ibu dan anak di Malang ini adalah sebuah cerminan dari maraknya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang kerap terjadi di masyarakat kita, meskipun tidak selalu diekspos secara luas.
KDRT adalah masalah yang sangat kompleks dan sering kali berakar dari masalah ekonomi, psikologis, serta hubungan kekuasaan dalam keluarga. Banyak dari pelaku KDRT yang merasa bahwa mereka dapat mengontrol atau mendominasi pasangan atau anak-anak mereka, dan seringkali kekerasan fisik menjadi cara untuk mengekspresikan kemarahan atau frustrasi mereka.