TOPMEDIA.CO.ID - Hak imunitas jaksa dalam sistem peradilan kembali menjadi sorotan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) bekerja sama dengan IJPL.
Dalam diskusi itu, Prof. Dr. Jamin Ginting, pakar hukum pidana Universitas Pelita Harapan, menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 8 Ayat 5 UU Kejaksaan, sebelum seorang jaksa dituntut atau dikenai tindakan hukum seperti penggeledahan, penyitaan, dan penahanan, harus ada izin dari Jaksa Agung.
Prof. Jamin menyoroti dampak aturan ini terhadap asas persamaan di hadapan hukum.
Baca Juga: Fahmi Hakim Lakukan Reses di Empat Desa di Kabupaten Serang, Masyarakat Minta Pembangunan Jalan
Ia mempertanyakan apakah hak imunitas ini dapat menghambat kewenangan lembaga lain, misalnya jika penyidik kepolisian ingin melakukan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
"Jika harus meminta izin ke Jaksa Agung terlebih dahulu, ini bisa memperlambat proses hukum," tegasnya.
Ia juga membandingkan dengan kasus tindak pidana korupsi, di mana kewenangan pemberian izin terhadap anggota DPR sudah dihapuskan.
Baca Juga: Tren Bank Emas di Indonesia, Salah Satunya OJK yang Sebut Usaha Bullion Perlu Belasan Tahun
Menurutnya, seharusnya tindakan hukum terhadap jaksa juga cukup dengan pemberitahuan, bukan izin yang bersifat mengikat.
Diskusi semakin memanas ketika muncul pertanyaan dari peserta tentang risiko penyalahgunaan aturan ini.
Basuki, anggota Mahupiki Banten, menegaskan bahwa imunitas jaksa tidak boleh menjadi benteng perlindungan bagi oknum yang melanggar hukum.
"Jika ada jaksa yang melanggar hukum, harus ada mekanisme yang lebih cepat tanpa bergantung pada izin dari pimpinan. Ini soal keadilan bagi masyarakat," ujar Basuki.
Sebagai langkah tindak lanjut, Mahupiki berencana mengadakan seminar lanjutan untuk mengkaji aturan ini lebih dalam.