SERANG, TOPmedia - Wartawan atau bisa dikenal dengan sebutan jurnalis dan identik sebagai pewarta, merupakan profesi yang di lakukan oleh seseorang dalam mencari informasi tersembunyi. Setelah itu, dituangkan dalam karya maupun tulisan berbentuk berita secara teratur di media massa.
Wartawan juga bisa disebut sebagai penyambung lidah masyarakat, ataupun pembuka jendela setiap kejadian di lapangan. Sehingga masyarakat bisa mengetahui sebuah informasi melalui media massa, dan berkat karya dari seorang wartawan.
Bahkan wartawan juga, merupakan pejuang kemerdekaan di kala 1945. Dalam menyampaikan, Indonesia telah merdeka melalui radio.
Berjalan waktu, wartawan pun diberikan perlindungan yaitu Undang-undang (UU) Pers, No 40 tahun 1998. Tetapi, UU Pers seperti tidak berlaku. Bahkan tak memiliki kekuatan hukum untuk melindungi wartawan dari kekerasan.
Seperti pada hari ini Kamis 26 September 2019, kembali terungkap kekerasan terhadap wartawan di Jakarta. Melalui aksi gabungan, Wartawan se-Provinsi Banten menutut ataupun mengecam adanya tindakan kekerasan.
"Mau sampai kapan? kita diperlakukan seperti ini. Pena kita sudah terlalu banyak mengeluarkan darah, atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Oknum Polisi. Kita sangat mengecam, dan tolong Pak Kapolri usut tuntas kekerasan terhadap wartawan," ungkap Korwil Deadline Bikers Banten, Rohili saat melakukan orasi dengan penuh semangat, di depan Gedung Kantor Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten (KP3B), Kamis (26/9/2019).
Orasi tersebut pun, disampaikan juga oleh Kordinator Lapangan (Korlap), Saprol yang telah menjadi wartawan semenjak remaja. "Ku kira hanya hati ini yang bisa tersakiti. Ternyata, pena kami pun kau patahkan. Tolong Pak Kapolri, rasa sakit ini obati dengan mengusut tuntas kekerasan yang dilakukan oleh Oknum Polisi. Jangan kau diamkan, hingga tetesan darah pun menjadi menghitam," jelasnya.
Tidak ketinggalan, salah satu wartawan senior atau bisa dibilang setengah abad, Irfan Gondrong yang juga merupakan Aktivis 98. Ia mengaku, sangatlah mengecam dan mengutuk keras tindakan keras terhadap wartawan.
"Untuk apa kau buat UU Pers, jika harga diri kami terus kau renggut. Untuk apa adannya hukum, jika tidak ditegakan. Lantas apa saja yang kau kerjakan Pak Kapolri, jika kami pun menjadi tertindas oleh oknum polisi," tegasnya.
Tak sampai disitu, Ketua Pokja Banten, Aditya menegaskan, ini bukti yang ke sekian kalinnya, hati para wartawan di Indonesia telah di sakiti. Maka itu, dikatakan Aditya, hanya satu kata yang terucap adalah lawan.
"Kita menutut perlindungan hukum yang setegas-tegasan. Jangan sampai tumpul seperti ini, dan kami pun tidaklah diam. Siap melawan, demi keadilan kebebasan pers di Indonesia," jelasnya.
Diakhir orasi, Wartawan berkumis dan berjeggot, Supri yang mengenakan topi seniman. Ia menutup aksi dengan lagu.
"Sue Ore Demo, Demo ora sue. Sue ora di demo, malah jadi besar kepala," kata Supri sambil bernyanyi dengan diiringi oleh ratusan wartawan asal Banten.
Kemudian, setelah selesai orasi, Najib Lee seorang wartawan kanuragan menunjukan atraksinya. Yaitu, debus asal Banten. "Kite wong Banten, inilah keahlian kanuragan yang dimiliki wartawan asal Banten. Harus di ingat, kita juga selain liputan belajar ilmu ke batinan. Jadi, jangan asal melakukan kekerasan terhadap kami (Wartawan,Red)," tutup Najib dengan mengakhiri aksi solidaritas wartawan asal Banten. (TM3/Red)