TOPMEDIA.CO.ID - Tanggal 22 Oktober 2022 mendatang diperingati sebagai hari santri Indonesia. Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Santri biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai.
Di zaman serba modern ini tentu bukan pilihan mudah menyekolahkan putra-putrinya ke pondok pesantren. Pasalnya, berbeda pada sekolah umum, ada aturan lebih ketat baik dalam proses mempelajari ilmu agama maupun dalam beratitude.
Seperti dalam pesantren anak atau santri diajarkan untuk selalu beribadah sesuai syariat agama, jika tidak lakukam maka santri tersebut akan menerima sanksi.
Baca Juga: Hari Santri Nasional Tidak Masuk Kalender Tanggal Merah
Selain itu, sebagaian besar pondok pesantren melarang santrinya membawa alat komunikasi yakni handphone. Terkait membawa hp ini memang saat ketahuan oleh ustadz atau ustadah, ada aturan berbeda-beda setiap pondok pesantern, ada yang meyita hp ada pula yang langsung menghancurkannya.
Aturan dan sanksi di atas merupakan salah satu dan banyak aturan lain di pondok pesantren. Memang bukan hal mudah bagi santri ataupun orang tua yang mengirimkan anaknya ke pondok pesantren.
Bagi ibu yang bersedih melepas anaknya ke pondok, ingatlah bahwa dulu ibundanya Imam Syafi'i pun merasakan hal yang sama, dan beliau bersabar demi ilmu din yang akan dituntut putranya.
Baca Juga: Mudah Dihafal! 4 Ayat Al-Qur'an Ini Sangat Dibenci dan Ditakuti Iblis dan Setan
Di malam sebelum Imam Syafi'i pergi untuk menuntut ilmu, sang ibu berdo'a dalam keheningan,
“Ya Allah, Rabb yang menguasai seluruh alam. Anakkku ini akan meninggalkanku untuk perjalanan jauh demi mencari ridhaMu. Aku rela melepasnya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Maka hamba memohon kepadaMu ya Allah… mudahkanlah urusannya. Lindungilah ia, panjangkanlah umurnya agar aku bisa melihatnya nanti ketika ia pulang dengan dada yang penuh dengan ilmu-Mu.”
Beliau khusyu' mendo'akan Imam Syafi'i hingga meneteskan air mata.
Dan tatkala Imam Syafi'i hendak pergi ke Madinah (kota yang akan menjadi tujuannya menuntut ilmu), sang Ibu melepasnya dengan motivasi dan harapan, beliau meyakinkan putranya bahwa Allah akan memberinya kemudahan.
“Pergilah anakku,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca,
“Allah bersamamu. Insya Allah engkau akan menjadi bintang paling gemerlap di kemudian hari. Pergilah… ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong”