Pemerintah Cegah Perkawinan Anak

photo author
- Minggu, 27 Maret 2022 | 12:37 WIB
Ilustrasi perkawinan anak.(pixabay)
Ilustrasi perkawinan anak.(pixabay)

Pemerintah memandatkan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) untuk menjalankan 5 program prioritas, satu diantaranya adalah mencegah perkawinan Anak.

Berbagai upaya terus dilakukan untuk  mencegah perkawinan anak. Dimana, dalam UU Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga telah mengubah batas minimal usia perkawinan menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan yang semula batas minimal usia perkawinan adalah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun.

Dalam perjalanannya, Pemerintah juga telah menargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 penurunan angka perkawinan anak dari 11,2 persen di tahun 2018 menjadi 8,74 persen di tahun 2024.

Baca Juga: Rohimah Mantan Istri Kiwil Nikah Dengan Bule Turki

Demikian hal itu terungkap pada Focus Group Discussion (FGD) implementasi panduan rekomendasi dispensasi kawin bagi daerah secara hybrid, yang diselenggarakan KemenPPPA, seperti dilansir melalui halam KemenPPPA, Jumat (25/3/2022).

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Agustina Erni, berkaca dari data milik  Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menyebutkan prevalensi perkawinan anak di Indonesia meencapai  10.35 persen. Sementara, permohonan dispensasi kawin justru meningkat dari 24.865 pada tahun 2019 menjadi 64.000 pada tahun 2020 dan 63.000 pada tahun 2021.

Menyikapi hal tersebut, dalam RPJMN 2020-2024 pemerintah telah menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,2 persen di tahun 2018 menjadi 8,74 persen di tahun 2024.

Baca Juga: Siaran TV Digital Mulai Diterapkan 30 April 2022 di 166 Daerah! Ini Cara Mengubah Siaran TV Analog ke Digital

Pemerintah juga telah memandatkan kepada Kemen PPPA untuk menjalankan 5 program prioritas, satu diantaranya adalah Pencegahan Perkawinan Anak.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk  mencegah perkawinan anak. Seperti yang termuat pada UU Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah mengubah batas minimal usia perkawinan menjadi 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan, dimana semula batas minimal usia perkawinan adalah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Pemerintah juga telah membuat Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan Perkawinanan Anak (PPA) di Tahun 2020.

Mahkamah Agung secara progresif juga telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. PERMA tersebut saat ini menjadi aturan dasar bagi para hakim yang mengadili perkara dispensasi kawin.

Baca Juga: Beralih ke TV Digital, Berikut Cara Lengkap Merubah Siaran TV Analog ke TV Digital

Dimana, dalam Pasal 15 Perma Nomor  5 Tahun 2019 menjelaskan bahwa dalam memeriksa anak yang dimohonkan dispensasi kawin, hakim dapat meminta rekomendasi  dari Psikolog atau Dokter/Bidan, Peksos Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, P2TP2A, dan KPAI/KPAID.

Erni juga menjelaskan bahwa dalam praktiknya unit layanan di daerah dibawah koordinasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah memberikan rekomendasi melalui pendampingan bagi pemohon dispensassi kawin  diantaranya Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).  

Sebanyak 197 PUSPAGA dan UPTD PPA di daerah bertugas mengupayakan pencegahan dan penanganan perkawinan anak serta menjalankan fungsinya untuk pendampingan dan berkoordinasi demi terpenuhinya hak anak dalam pemberian dispensasi kawin.

Baca Juga: Siaran TV Analog Dihentikan 30 April 2022 di 166 Kabupaten Kota, Cek Daerah Kamu Apakah Masuk


Dinas PPPA di daerah melalui UPTD maupun PUSPAGA dapat memberikan rekomendasi Dispensasi Kawin yang dilakukan oleh Psikolog maupun konselor, sebelum persidangan di Pengadilan Agama  maupun melakukan pendampingan dan kooordinasi setelah putusan pemberian rekomendasi kawin di tolak atau diterima.

Lebih lanjut, Erni mengatakan bahwa rekomendasi dispensasi kawin yang diberikan oleh Dinas PPPA di daerah masih beragam oleh karena itu diperlukan panduan ini sebagai sebagai pedoman atau acuan dan melakukan langkah yang sama sesuai SOP yang telah ditetapkan dalam panduan.

Sementara itu, Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Mahkamah Agung, Nur Djannah Syaf menjelaskan berdasarkan PERMA Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) tata cara pengajuan dispensasi kawin; (2) tata cara pemeriksaaan dispensasi kawin; dan (3) pertimbangan hukum penetapan dispensasi kawin.

Baca Juga: Siaran TV Digital Bisa Informasikan Kebencanaan Melalui Layanan EWS, Begini Cara Kerjanya

Hal itu sebagai bentuk implementasi Pasal 15 Perma Nomor 5 Tahun 2019, Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama sedang menyusun MoU (Memorandum of Understanding) bersama dengan KemenPPPA dan Kementerian Kesehatan sebagai bentuk perhatian untuk menekan tingginya angka perkawinan anak.

Nur Djannah menambahkan, bahwa syarat administrasi dalam mengajukan permohonan dispensasi kawin  yang akan diimplementasikan di seluruh satker yaitu adanya rekomendasi dari dinas PPPA, dan juga akan melibatkan dinas kesehatan, BKKBN, dan BP4 KUA,  jika tidak terpenuhi maka  maka permohonan tidak ditindaklanjuti.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Deni Kusuma Wijaya

Sumber: KemenPPPA

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X