TOPMEDIA - Sahat Sinaga yaitu Ketua Dewan Sawit Indonesia, didalam SQUAWK BOX salah satu acara CNBC Indonesia membahas tentang minyak makan merah.
Di Indonesia sampai tahun 1978 masih menggunakan minyak goreng dari kelapa, jadi pada tahun 1978 saat pertama kali launching minyak makan merah ditolak oleh masyarakat luas, karena sudah terbiasa dengan warna minyak goreng yang kuning pucat.
Sehingga perusahaan- perusahaan besar menggunakan bleching yang sedemikian banyak, jadi semua nutrisinya dibuang supaya warnanya menjadi pucat.
Sahat mengatakan perusahaan besar kemungkinan tidak akan tertarik dalam membuat minyak tersebut, maka minyak makan merah ini sebaiknya dilakukan oleh pengusaha UMKM dengan teknologi jaman dulu yang benar.
“Minyak makan merah ini sebaiknya dilakukan oleh pengusaha -pengusaha UMKM karena apa perusahaan besar sudah teriteristik proses dengan yang ada sekarang. yaitu refinery proses dengan temperature tinggi dan ini tidak mungkin dilakukan disitu, ini perlu teknologi lain yang kita kenal sebelum tahun 1972 yaitu namanya chemical refining itu adalah yang dipakai oleh PT. PN sekarang, sehingga tidak memerlukan bleching yang tinggi dan warna tetap,” ucap Sahat.
Karena menurut Ketua Dewan Sawit Indonesia warna alami didalam minyak makan merah itu mengandung vitamin A. Semakin tinggi karotinnya semakin pekat juga warnanya.
Minyak makan merah ini juga Ketua Dewan Sawit Indonesia berharap bisa mencegah stunting.
“Menurut saya kalo untuk mencegah stunting di Indonesia dilevel 23 persen kita memerlukan minyak merah ini kira-kira 3300 ton pertahun yang bisa dikonsumsi ibu-ibu dan anak-anak dibawah 7 tahun.” lanjut katanya. dilansir dalam kanal Youtube CNBC Indonesia, Selasa (26/3/2024).
Ketua Dewan Sawit Indonesia memperkirakan pada tahun 2028, jika ini berjalan maka stunting di indonsia akan menurun.
Dukungan pemerintah sangat penting untuk menggembangkan hal tersebut.
Idustry hulu yang sekarang ini menurutnya tidak ramah lingkungan karena karbon emisinya yang sangat tinggi yaitu 1,926 kilo.
Diadakan minyak merah ini penting untuk mengikuti tuntutan pasar global dengan emisi karbon yang rendah, dan nutrisi yang tinggi. (Agnes Agustina)***