Penulis: Daniel Pius Sinaga (Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Pancasila pernah nyaris disembah satu golongan kaum ultra nasionalis. Kaum ini menganggap NKRI harga mati, teriak paling kencang di kuping si miskin.
Pancasila nyaris jadi dogma, titah tuhan yang mesti dijalankan. Tak boleh tidak, apabila melanggar, siap-siap di cap anti NKRI, radikal radikul dan seabreg cap memuakaan di telinga.
Dari zaman Sukarno, Pancasila menjadi senjata ampuh menggebug lawan politiknya. Enteng saja, anti revolusioner, anti Pancasila dan segala anti yang menggelikan.
Baca Juga: Pancasila dan Keberagaman
Era sekarang tak berubah, Pancasila hanya gaung di kelas-kelas Mata Kuliah PKn. Pancasila dibahas di kelas, jadi penggugur tugas mahasiswa semata. Pancasila juga tenar dikalangan politisi untuk menggaet suara.
Bangsa ini pernah terbelah menjelma cebong kampret efek Pilpres lima tahun silam, Pancasila jadi alat pemecah belah alih-alih pemersatu bangsa.
Toleransi jadi terkoyak, bias kebablasan dampak suatu kelompok menuduh kelompok lain anti Pancasila. Di titik ini, Pancasila hilang esensinya. Tersisa cuma gambar burung Garuda yang di pajang di ruang peradilan tanpa bisa menghadirkan hukum yang adil bagi kaum lemah.
Baca Juga: Menimbang Isu Hukum dalam Bingkai Pancasila: Antara Nilai Ideal dan Realitas
Pancasila sudah hilang esensinya sejak bangsa ini menempatkan lima ajian sakti sebatas alat-alat untuk kepentingan politiknya. Jangan terlalu kencang teriak Pancasila harga mati, toh harga itu tak berlaku apabila ditawar malaikat di liang lahat.
Pancasila menjelma menjadi agama, agama baru bagi kafir, domba atau gembala yang tersesat, Maitrah dan Abrahmacariyavasa. Pancasila jadi ayat suci namun tak menentramkan hati. Pancasila disakralkan sampai lupa bahwa lima sila buatan manusia yang digali dari nilai-nilai bangsa harus terbuka.
Nilai ketuhanan dalam sila pertama, mestinya ditafsirkan sebagai perekat bagi tuhan dalam beda agama. Tapi Pancasila ditafsirkan tak ramah bagi penganut aliran kepercayaan lain.
Baca Juga: Menuntut Hak Warga Negara yang Baik
Nilai kemanusiaan dalam arti menjunjung hak-hak dasar apa-apa yang disebut manusia. Tapi Pancasila hanya diam seribu bahasa di ruang pengadilan saat vonis hakim tak mampu membawa keadilan pada peristiwa 1998.