Potret Perjalanan Aceng Hasani, Mendirikan Prodi Bahasa Indonesia di Untirta Hingga Raih Gelar Profesor

photo author
- Jumat, 16 Juni 2023 | 14:43 WIB
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dr H Aceng Hasani, M Pd, resmi diangkat menjadi guru besar atau profesor (Topmedia.co.id/Istimewa)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dr H Aceng Hasani, M Pd, resmi diangkat menjadi guru besar atau profesor (Topmedia.co.id/Istimewa)

Baca Juga: Komunitas Anak Muda Gaspool Kota Serang Canangkan Program Pembuatan E KTP Gratis, Cek Tanggal dan Lokasinnya

Kemudian, ia berpikir untuk mengubah merger agar Untirta memiliki Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sendiri. 

Ia bersama tim pun menyiapkan proposal pengajuan Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia serta meningkatkan kepercayaan masyarakat Banten terhadap kredibilitas Untirta. 

“Perjalanan yang panjang. Akan tetapi, guru-guru senior dari IKIP Bandung, guru-guru saya yang mengajar di sini, menitipkan dan terus memotivasi agar Untirta memiliki Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia secara mandiri,” paparnya.

Baca Juga: 3 Tempat Wisata Paling Populer Daerah Tangerang, Destinasi Terbaik di Provinsi Banten! Cek dan Kunjungi

Dosen senior tersebut di antaranya adalah Ketua Jurusan IKIP Bandung saat itu Alam Sutawijaya. Kemudian, ada Sukandi, Yoyo, Kosadi, Syadeli, Soleh, Iman Kusandar, Noto, dan Kartiwa. 

Sebagai orangtua dan dosen senior, kata Prof Aceng, mereka terus mendorong serta meminta dirinya dan tim bersama-sama membangun Untirta. 

“Walaupun, waktu itu satu SKS digaji Rp 7.000 dan tiga SKS itu berarti Rp 21.000. Sementara, kontrakan saya perbulan saat itu Rp 20.000. Jadi, uang mengajar itu (hanya) lebih Rp 1.000,” kenang calon rektor Untirta itu.

Baca Juga: Anak Dijamin Senang! 7 Waterpark di Tangerang Ini Cocok Untuk Isi Liburan Sekolah, Tiket Masih Ramah Kantong

Dukungan itulah yang membuatnya semakin berupaya keras agar Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Untirta mendapat kepercayaan masyarakat agar para orangtua percaya dan mau menguliahkan anaknya di Untirta. 

“Saat itu, banyak yang mundur. Kami membuka Pendidikan Bahasa dan Sastra di Untirta pada 1986 dan pada 1991 jumlah mahasiswa menurun. Ketika Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Untirta berdiri secara mandiri dan punya kekuatan hukum, saya kemudian bekerja sama dengan berbagai pihak seperti PGRI, koperasi, dan dinas pendidikan. Alhamdulillah pada 1994 kami memiliki mahasiswa di berbagai daerah sehingga uang kuliah dari mahasiswa waktu itu surplus,” jelas Prof Aceng. 

Misi sebagai professor Meskipun kini sudah menyandang gelar profesor, menurut Prof Aceng, ada amanah yang harus terus ia jalankan.

Baca Juga: Putusan MK Terhadap Pemuilu 2024, Tetap Memakai Sistem Terbuka Terbatas

Sebagai lulusan yang diajar oleh dosen-dosen mumpuni di bidangnya, ia ingin mencetak guru-guru bahasa Indonesia yang memiliki kebanggaan dan keteladanan dalam memperjuangkan bahasa persatuan ini. 

“Kalau tidak ada Bahasa Indonesia, mungkin agak sulit Indonesia ini bersatu. Suatu kekuatan yang luar biasa bahasa Indonesia dikuasai oleh seluruh lapisan masyarakat. Ini adalah kebanggaan dan kami pun bersemangat untuk mengajarkannya. Semangat kebangsaan yang memang harus ditularkan,” katanya. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Febi Sahri Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ketika Keadilan Hanya Milik yang Mampu

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:55 WIB

Keadilan sebagai Hak, Bukan Kemewahan

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:51 WIB
X