Sakit Hati yang Berujung Tragedi: Refleksi Atas Kasus Penikaman di Deli Serdang

photo author
- Kamis, 12 Desember 2024 | 19:17 WIB
Novita Lumban (Mahasiswi Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang) (Topmedia.co.id/Istimewa)
Novita Lumban (Mahasiswi Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang) (Topmedia.co.id/Istimewa)

Penulis: Novita Lumban Batu (Mahasiswi Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)

TOPMEDIA.CO.ID - Kasus yang terjadi pada tanggal 9 Desember, yaitu kasus pria yang menikam tiga bocah lantas karena sakit hati dikatai “kudis”. Ini adalah contoh nyata bagaimana konflik kecil bisa berubah jadi tregedi besar kalau gak dikelola dengan baik.

Tindakan pelaku jelas masuk kategori pidana. Pelaku dapat dijerat dengan pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, atau bahkan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan jika perbuatannya menyebabkan kematian.

Hukuman juga bisa lebih berat karena korban adalah anak-anak, sesuai dengan UU Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 80 ayat (2),yang melindungi anak-anak dari kekerasan fisik dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara.

Baca Juga: Peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Mengatasi Perbedaan Agama, Suku, dan Ras di Era Kontemporer

Kasus ini juga mencerminkan bagaimana ejekan kecil seperti “kudis” bisa memicu tindakan ekstrim.Hal ini bukan hanya soal sensitivitas pelaku,tetapi juga budaya mengejek yang terlalu normal di masyarakat.

Dari video yang beredar di social media TikTok Kumparan, dimana si pelaku mengatakan sewaktu dia di ejek dengan kata-kata kudis dan menyebut si pelaku orang gila. Dimana orang tua nya tidak menegur.

Dan disekeliling kita banyak juga kita jumpai orang tua ketika melihat anaknya melakukan kesalahan,bukannya ditegur malah sering mengatakan “Namanya juga anak-anak”.

Baca Juga: Peran Pemuda sebagai Generasi Penerus Bangsa

Sehingga anak tersebut berpikir bahwa tindakan yang dilakukannya itu benar.

Disinilah peren orang tua dalam mendididik anak-anak nya dengan agama agar tau bicara dengan orang tua itu harus sopan. Dan jika anak itu melakukan kesalahan ada baiknya ditegur dengan baik dan berikan alasan jelas kenapa dia harus ditegur.

Tak cukup mengutuk tindakan ini, tetapi juga mencari solusi hal serupa ini terjadi lagi. Edukasi tentang Kesehatan mental dan pengelolaan emosi harus lebih gencar dilakukan.

Baca Juga: Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Kesadaran dan Tanggung Jawab Sosial dalam Masyarakat

Sayangnya, di Indonesia, perhatian terhadap kesehatan mental masih rendah banget. Banyak ornang yang butuh bantuan psikologis tapi nggak tau harus kemana, atau bahkan takut dianggap “gila”kalau cari bantuan. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Febi Sahri Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ketika Keadilan Hanya Milik yang Mampu

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:55 WIB

Keadilan sebagai Hak, Bukan Kemewahan

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:51 WIB
X