TOPMEDIA - Satreskrim Polres Pandeglang menggagalkan penjualan 25 ton pupuk bersubsidi alokasi untuk wilayah Kabupaten Pandeglang yang dijual ke Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Sindikat penyalahgunaan pupuk subdisi jenis pupuk yakni urea dan NPK berhasil menjual 5 ton pupuk Urea dan 24 ton pupuk NPK Phonska ke Garut, Jawa Barat dan Blora, Pati, dan Grobogan, Jawa Tengah.
Dalam pengungkapan itu, polisi berhasil mengamankan empat tersangka, yakni AH, JI, JP, dan HJ. Selain mengamankan empat tersangka, polisi juga masih mengejar empat pelaku lainnya sudah ditetapkan menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni US, SO, AR, dan HT.
Kasat Reskrim Polres Pandeglang, AKP Shilton Silitonga menjelaskan, awal pengungkapan ini bermula dari keresahan petani yang kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.
"Tersangka yang kita amankan yakni pemilik kios pupuk bersubsidi, pengepul dan pembeli. Mereka ini sudah menjual 38 ton pupuk bersubsidi dan yang berhasil kita gagalkan Jumat 21 Juli lalu di Labuan sebanyak 25 ton pupuk bersubsidi," ungkap AKP Shilton, dalam press release di Mapolres Pandeglang, Senin (24/7/2023).
Dijelaskannya, para pelaku ini membeli pupuk urea dengan harga Rp 125.000 per karung dengan isi 50 kilogram dan pupuk NPK Phonska Rp 140.000 per karung bersisi 50 kilogram.
Baca Juga: Jemaah Haji Indonesia Bisa Mengambil Tambahan Air Zamzam di Kantor Kemenag Asal Daerahnya
Kemudian pelaku menjual kembali pupuk tersebut dengan harga Rp 140.000 per karung untuk pupuk urea dan Rp 150.000 per karung untuk pupuk NPK Phonska.
Kapolres Pandeglang, AKBP Belny Warlansyah menyampaikan, pupuk bersubsidi yang menjadi barang bukti akan diupayakan bisa digunakan oleh petani agar tidak mengganggu proses masa tanam.
"Nanti kita akan berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk Kejaksaan agar barang bukti pupuk bersubsidi ini bisa dimanfaatkan oleh para petani. Apalagi sekarang sudah memasuki masa tanam," ujarnya.
Tersangka AH mengaku, sudah tiga kali melakukan aksinya. Ia mengaku, mendapat keuntungan Rp 10.000 untuk satu karung dan untuk satu mobil Rp 2 juta.
Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 110 Junto Pasal 36 Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.***