TOP MEDIA.CO.ID - Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten M. Nawa Said Dimyati minta agar aturan pengeras suara Masjid dan Musala dikembalikan pada kearifan lokal.
Hal itu menyusul keluarnya aturan tentang alat pengeras suara Masjid dan Musala oleh Kemenag baru-baru ini dan banyak menuai polemik dilapangan.
Atas kondisi itu, dewan meminta agar aturan pengeras suara Masjid dan Musala bisa dikembalikan pada kearifan lokal.
Baca Juga: Isi Surat Edaran Lengkap Menteri Agama Terkait Pengaturan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola
Sebelumnya, Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Dimana, dalam surat tersebut juga mengatur waktu dan penggunaan alat pengeras suara di Masjid dan Musala.
Sambung Nawa, pihaknya beranggapan jika tidak semua hal dapat diatur secara langsung oleh negara, karena berbagai wilayah di Indonesia mempunyai karasteristik atau kebiasaan yang berbeda.
Baca Juga: Kemenag Terbitkan Waktu Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, Simak Waktu Penggunaannya
Kata Nawa, sebagai bentuk penghormatan terhadap adat istiadat di berbagai wilayah di Indonesia, Maka, lebih baik aturan pengeras suara tampat beribadah umat islam diserahkan kepada kearifan lokal masing-masing wilayah.
"Menurut saya tidak semua hal negara harus mengaturnya, terkait suara toa atau pengeras suara tempat beribadah, biarkan kearifan lokal yang menyelesaikannya sebagai bentuk penghormatan kita terhadap adat istiadat setempat," kata Cak Nawa, Jumat (25/2).
Pada sisi lain, pihaknya meyakini jika Mentri Agama tidak berniatan menistakan agama islam, namun menurtnya, ada cara komunikasi yang kurang pas sehingga khawatir menjadi salah arti.
Untuk itu, pihaknya berharap, Menag segera mengklarifikasi dan minta maaf terhadap publik atas polemik yang terjadi terhadap umat beragama. Kata Nawa, jangan sampai polemik ini terus berkepanjangan.
"Saya menyakini tidak ada niat dari menteri agama untuk menista agamanya sendiri, namun pilihan kata yang di gunakan dalam menjelaskan masalah ini sangat mudah di salah artikan oleh berbagai pihak dan berpotensi menguatnya politik identitas di tengah masyarakat, untuk itu saya berdoa, semoga Gus Menteri segera mengklarifikasi dan meminta maaf terhadap publik," tandasnya.***