SERANG, TOPmedia – Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Banten dan Kota Serang mengkritik kebijakan Kementerian Agama yang melarang sejarah khilafah dan jihad dihilangkan dari buku pelajar di madrasah. Pelarangan yang diklaim untuk mengantisipasi radikalisme ini akan menghilangkan sebagian sejarah Islam kepada umat Islam.
Sekretaris ICMI Provinsi Banten, Rohman mengatakan, bahwa semestinya materi mengenai pemerintahan Islam (khilafah) tidak perlu dihapuskan karena materi khilafah didasarkan pada fakta dan data sejarah yang konkret. Islam setelah Nabi Muhammad wafat dilanjutkan oleh khulafaurasyidin yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Mereka ini adalah pemimpin Negara yang disebut dengan khalifah.
“Ini kenyataan bukan mengada-ada. Untuk itu saya tidak setuju jika materi ini dihapuskan,” kata Rohman, Kamis (11/12/2019).
Rohman mengatakan, jihad memiliki makna luas, bukan hanya dalam arti qital (perang) tapi juga bersungguh-sungguh. Sehingga bila materi jihad dihilangkan, maka akan terputus salah satu etos kerja dan elan vital umat Islam itu sendiri. Apalagi jika dikaitkan dengan sejarah, Bangsa ini tidak mungkin merdeka tanpa jihad para ulama dan santri melawan penjajah.
“Jadi, sebaiknya materi khilafah dan jihad tetap ada. Hanya para guru wajib untuk menjelaskan bahwa konteks Islam hari ini telah menyepakati bahwa NKRI merupakan negara atas dasar kesepakatan. Jadi seluruh agama punya posisi yang sama dan tidak boleh ada yang menentang apalagi membubarkan NKRI,” katanya.
Hal senada disampaikan Ketua ICMI Kota Serang Agus Munandar. Ia menyatakan bahwa menurutnya sudah sangat jelas dan terang bahwa jihad dan khilafah bagian dari Islam. Selain karena Al Qur'an sudah menyebutnya berulang kali, sejarah pun menyatakan demikian. Akar kata jihad sendiri adalah jahada yang berarti keletihan, kegentingan, kepedihan, kesulitan, upaya, kemampuan, dan kerja keras.
“Pengertian jihad itu kan artinya berjuang dengan sungguh-sungguh di jalan kebaikan dengan tujuan mendapat ridho Allah SWT,” ujarnya.
Orang yang pergi pagi dan pulang malam mencari nafkah dengan kesungguhan hati karena menjalani kewajiban sebagai kepala rumah tangga ini juga adalah jihad. Seorang santri yang sungguh-sungguh mempelajari ilmu agama dengan berbagai keterbatasan, namun tidak menyerah itupun merupakan jihad. Karena itu, jihad adalah amalan utama umat Islam.
“Yang tidak boleh dilupakan juga bahwa para santri, ulama, kiyai rela menumpahkan darah, harta, dan nyawa untuk memerdekakan negara Indonesia ini dipastikan landasannya adalah karena jihad fi sabilillah, jihad di jalan Allah,” katanya.
Agus pun menyitir salah satu hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Kala itu Rosulullah sedang ditanya oleh sahabat mengani apa amal atau pekerjaan yang paling utama di mata Allah, lalu Rosulullah menjawab amalan itu adalah iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika ditanya amal apa lagi, beliau menjawab jihad fi sabilillah. Ketika ditanya apa lagi, beliau menjawab haji yang mabrur.
“Sehingga menurut saya materi jihad ini tidak boleh dihapus bahkan harus dikembangkan dan terus ditanamkan kepada generasi muda islam bahwa kesungguhan dalam upaya meraih cita-cita dengan tujuan mendapat ridho Allah adalah ibadah dan ini yang dinamakan jihad,” tuturnya.
Bila yang dimaksud oleh Kementerian Agama bahwa jihad adalah bunuh diri, kata Agus, maka hal inilah yang harus diluruskan. Bunuh diri jelas dilarang oleh ajaran Islam. Apalagi, bunuh diri dengan tujuan membunuh orang lain. Hal ini misalkan dapat dilihat dari “etika” perang pada masa Rosulullah bahwa Islam mengajarkan tidak membunuh orang yang tidak termasuk bagian dalam perang, seperti manula dan anak kecil. Bahkan lawan yang sudah mengangkat tangan karena menyerah atau tawanan tidak boleh disakiti.
“Bahkan ranting dan dahan pohon pun tidak boleh dipotong jika tidak ada keperluan mendesak. Islam mengajarkan kedamaian bahkan di kala perang. Tinggal menyampaikan bahwa membunuh itu perbuatan dosa,” katanya. (TM1/Red)