Soal Pengerukan Pasir, Nelayan Minta Kepala Bappeda Banten Dicopot

photo author
- Rabu, 18 Oktober 2017 | 15:45 WIB
Nelayan saat berunjuk rasa di depan KP3B tolak pengerukan pasir. (Foto: TOPmedia)
Nelayan saat berunjuk rasa di depan KP3B tolak pengerukan pasir. (Foto: TOPmedia)

SERANG, TOPmedia - Ratusan massa dari berbagai organisasi masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Banten Selamatkan Nelayan (AGRBSN), menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang utama Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Curug, Kota Serang, Rabu, 18/10/2017.

Aksi ini merupakan buntut dari pernyataan kepala Bappeda Banten, Hudaya Latuconsina yang mengatakan bahwa pemprov Banten tidak merasa keberatan pasir yang ada di wilayah pesisir pantai utara dan di kawasan sekitar Pulau Tunda, Kabupaten Serang akan diambil untuk kepentingan reklamasi di Teluk Jakarta.

Dalam aksinya, massa meneriakan Hudaya diusir dari lingkungan pemerintahan Provinsi Banten, massa juga mendesak kepada Gubernur Banten Wahidin Halim, agar mencopot Hudaya dari jabatannya.

"Usir usir usir Hudaya, usir Hudaya sekarang juga," teriak ratusan massa aksi.

"Pada waktu melakukan kampanye di Lontar, pak Gubernur berjanji tidak akan ada lagi pengerukan pasir di wilayah laut kami, tetapi tiba-tiba kepala Bappeda melontarkan pernyataan itu. Jadi kami datang kesini menagih janji pak Gubernur, juga meminta agar Hudaya Latuconsina dicopot dari jabatannya," kata Payumi, massa aksi asal Kecamatan Lontar, saat ditemui para awak media disela-sela aksi.

Lanjut Payumi, meski sudah dihentikan, namun kegiatan penambangan pasir yang sudah menahun tersebut, sudah sangat merugikan masyarakat. Menurutnya, pemulihan kerusakan laut akibat panambangan pasir tersebut sangat membutuhkan waktu lama.

 "Pengrusakan laut itu sudah terjadi sejak tahun 2004 lalu. Para nelayan sudah sangat dirugikan, karena yang biasanya mendapatkan Rp500 ribu, akibat pengerukan pasir itu penghasilan nelayan hanya Rp100 ribu," terangnya.

Diakuinya bahwa pengambilan pasir yang sudah dihentikan itu saat ini sudah terjadi kembali di wilayah Kecamatan Tanara, terlebih dengan adanya pernyataan kepala Bappeda, Payumi mengatakan, hal itu merupakan hal yang sangat menyakitkan bagi masyarakat nelayan.

"Kalau di Lontar sejak dihentikan beberapa waktu lalu sampai sekarang memang belum ada, tatapi para nelayan sering melihat ada kapal pengeruk pasir di wilayah Kecamatan Tanara, tapi kalau soal pasir itu dikemanakan, kami tidak tahu." tukasnya. (Sam/Red)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X