BAYAH,TOPmedia - Keberadaan pabrik semen di Kecamatan Bayah kini memasuki tahun ke-4, setelah perusahaan PT.Cemindo Gemilang itu resmi didirikan pada tanggal 11 september 2013, ditandai dengan peletakan batu pertama secara simbolis oleh menteri perekonomian saat itu, Hatta Rajasa.
Pembangunan pabrik semen di Kecamatan Bayah ini masuk dalam program Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan nilai invetasi mencapai Rp 8 triliun dengan dua kali pengajuan perizinan, (sumber:bpmpptlebak)
Pabrik semen itu memproduksi sebanyak 4 juta ton semen per tahun. Pabrik Semen Merah Putih yang berlokasi di area seluas 500 hektare di Kecamatan Bayah akan menyerap ribuan tenaga kerja lokal (semenmerahputih.com)
Pertanyaannya, sejauh mana dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat khusunya di Kecamatan Bayah dari keberadaan pabrik semen tersebut?
Dari hasil penelusuran, dampak yang sudah lama muncul ditengah masyarakat dan sampai saat ini tak kunjung diperhatikan adalah, dampak polusi udara dan blasting (peledakan). Sejumlah warga di Desa Pamubulan, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak yang lokasinya hanya beberapa kilometer dari lokasi utama penggalian batu gamping, mengeluhkan aktivitas blasting atau peledakan batu gamping yang dilakukan setiap hari oleh pihak perusahaan.
Selain menimbulkan kebisingan, beberapa rumah yang jaraknya dekat dengan lokasi blasting harus rela mengalami retak-retak akibat getaran dari ledakan. Warga hanya bisa diam, karena tak pernah berdaya saat mereka mengeluhkan dampak tersebut pada pihak perusahaan.
“Saya salah satu saksi hidup dari keberadaan pabrik semen sejak 4 tahun lalu, saat ini rumah saya bagian dinding sudah retak, posisi genteng sudah bergeser, akibat dari getaran yang setiap hari terjadi saat perusahaan melakukan peledakan batu dalam tanah, belum lagi suaranya yang bising," kata Andi Apriandhi, warga Desa Pamubulan, Selasa (07/03/2017).
Ditambahkan Andi, ada juga dampak polusi debu dari kendaraan, rumah warga yang jaraknya tidak jauh dari jalan raya, sudah tak lagi bisa menikmati bersih. Ia menyesalkan hal itu lantaran sampai detik ini pihak perusahaan tak pernah memiliki itikad baik terhadap warga yang berdampak langsung dari keberadaan pabrik.
"Demo dan audiensi dengan manajemen sudah sudah bosan kami lakukan, karena tak pernah didengar, kami hanya dijanji-janjikan saja untuk diberikan kompensasi , tapi itu tak pernah terjadi," kata Andi.
Persoalan blasting (peledakan batu) yang bising dan polusi debu dari kendaraan serta polusi dari debu yang ditimbulkan dari proses penghancuran batu limstone atau batu gamping ukuran besar menjadi batu kerikil oleh mesin crusher (mesin penghancur), kini hanya menjadi 'makanan' warga sehari-hari.
"Kamiselalu pertanyakan, yang duluan ada di Pamubulan itu siapa?, kami atau mereka (perusahaan)?, harusnya yang menjadi tamu di desa kami ya hargai lah kenyamanan tempat tinggal di kami," ujar Andi, warga yang rumahnya juga menjad korban getaran blasting.
Pihak perusahaan, melalui Manager CSR, Sigit Indrayana belum menanggapi terkait persoalan ini saat dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp nya tidak aktif. (TM-1/red)