TOPMEDIA.CO.ID - Setelah revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) disahkan, perhatian publik kini beralih ke potensi munculnya "dwifungsi Polri."
Kekhawatiran ini mencuat seiring dengan rencana pembahasan revisi Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) yang disebut-sebut akan memperluas peran Polri di ranah sipil.
Dwifungsi TNI, yang sebelumnya dikenal sebagai dwifungsi ABRI, adalah konsep yang memberikan peran ganda kepada militer, yaitu sebagai kekuatan pertahanan dan pengelola negara. Konsep ini dihapus pada era Reformasi untuk memastikan supremasi sipil.
Namun, revisi UU TNI yang baru disahkan memunculkan kekhawatiran akan kembalinya peran ganda tersebut, terutama dengan penambahan tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dan pelibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil.
Baca Juga: Jadi Penggerak Perekomian Daerah, Jamkrida Banten Jadi salah Satu BUMD Yang Miliki Aset Terbesar
Menurut beberapa pengamat, revisi UU Polri yang akan dibahas berpotensi memperluas kewenangan Polri di luar tugas utamanya sebagai penegak hukum. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa Polri akan memiliki peran yang mirip dengan dwifungsi TNI di masa lalu.
"Jika tidak diawasi dengan ketat, revisi ini bisa membuka ruang bagi Polri untuk terlibat lebih dalam di ranah politik dan administrasi pemerintahan," ujar Nicky Fahrizal, peneliti dari CSIS.
Jaringan Gusdurian, melalui Alissa Wahid, menyebut bahwa segala bentuk perluasan peran militer atau kepolisian di ranah sipil adalah pengkhianatan terhadap semangat Reformasi.
"Supremasi sipil harus tetap menjadi prinsip utama dalam demokrasi kita," tegasnya.
Kritik serupa juga datang dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang menilai bahwa revisi UU Polri harus dilakukan dengan transparansi dan partisipasi publik.
Baca Juga: Bank OCBC Siap Bantu UMKM dan Individu, Soal Kesehatan Finansial hingga Perkuat Transformasi Digital
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM menyatakan bahwa revisi UU Polri bertujuan untuk memperkuat institusi kepolisian dalam menghadapi tantangan modern, seperti ancaman siber dan kejahatan lintas negara. Namun, mereka juga menegaskan bahwa revisi ini tidak akan mengurangi prinsip supremasi sipil.
Diskusi tentang dwifungsi Polri menjadi pengingat pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan keamanan dan prinsip demokrasi.
Publik berharap agar revisi UU Polri dilakukan dengan hati-hati dan melibatkan masukan dari berbagai pihak untuk mencegah terjadinya penyimpangan.