TOPMEDIA.CO.ID – Masyarakat Indonesia tentu tak asing dengan istilah crazy rich, di beberapa daerah di Indonesia bahkan menyematkan istilah tersebut, seperti crazy rich Surabaya, crazy rich Bandung atau crazy rich Medan.
Julukan ini biasanya disematkan kepada orang yang memiliki harta melimpah. Seorang konglomerat, kaya raya, tajir melintir. Tidak ada yang melarang seseorang untuk menjadi kaya, apalagi jika kekayaan tersebut mendatangkan manfaat yang luas.
Sayangnya, di era sekarang, kita begitu mudah melihat parade harta dan kekayaan tersebut. Di tengah banyaknya orang dengan himpitan ekonomi, kita disuguhkan harga-harga fantastis sebuah barang yang tidak masuk akal.
Misalnya satu tas yang menghiasi tangan seorang crazy rich , harganya cukup untuk membiayai iuran kesehatan orang sekampung. Atau satu jam tangannya yang bisa digunakan untuk membangun sekolah-sekolah di pelosok sana.
Hadirnya yang kuat dan yang lemah, si miskin dan si kaya, bukanlah hal yang baru. Namun, ketika akses untuk menyaksikannya terbuka lebar, jurang itu benar-benar nyata.
Baca Juga: Diklaim Ampuh! 6 Makanan Ini Dijamin Bisa Atasi Bau Badan
Pada masa Jahiliyah, sebelum Islam hadir, masyarakat terbagi atas suku-suku. Ada yang kuat, ada yang lemah. Jahiliyah atau “masa kebodohan” sendiri tidak mengacu pada kebodohan intelektual, melainkan lebih kepada perilaku yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang kita pahami. Mereka biasa membunuh bayi-bayi perempuan, merampok, melakukan riba, menuhankan berhala-berhala. Ketimpangan antara si miskin dan si kaya pun hidup di sana.
Antarsuku juga biasa melakukan peperangan. Mereka mempersengketakan air, hewan ternak, padang rumput, dan berbagai sumber daya lain. Dari peperangan-peperangan inilah kemudian lahir ketimpangan-ketimpangan. Tanah dan berbagai sumber daya lain akhirnya dimiliki oleh kabilah-kabilah tertentu saja. Orang-orang terhormat seperti kepala suku mendapatkan keuntungan lebih, menguasai, menjadi bangsawan di antara yang lainnya.
Si kaya hidup bermewah-mewahan, si miskin menjadi kelompok yang rentan, lemah dan dilemahkan (mustadh’afin). Budak dipekerjakan terus menerus tanpa upah, perempuan tidak dianggap kemanusiaannya. Ketidakadilan menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari hingga Islam datang mendobrak fenomena-fenomena tersebut.
Rasulullah berpihak kepada kelompok mustadh’afin. Dia menolak segala bentuk penindasan. Ketika mulai menyebarkannya, pesan kesetaraan Nabi itu tidak langsung diterima bahkan ditolak keras. Ketidakadilan adalah kenikmatan bagi para penguasa. Menerima kesetaraan berarti meninggalkan keistimewaan-keistimewaan tersebut.
Al-Qur’an banyak memberi peringatan perihal harta dan kekayaan. Dalam Surat Al-Humazah, Allah Swt mengingatkan kepada orang-orang yang menumpuk harta dan menghitung-hitungnya. Balasan untuk mereka adalah neraka hutamah.
Baca Juga: Mungkin Kamu Salah Satunya! Inilah 6 Kepribadian Orang Yang Lahir di Bulan Juni
Dalam QS. At-Taubah [9]: 34, orang yang hartanya tidak dibelanjakan di jalan Allah akan memperoleh siksaan yang pedih. Dalam surat Al-Maun, mereka digolongkan sebagai orang yang mendustakan agama.
Dengan semangat keadilan, Al-Qur’an juga menegaskan bahwa kekayaan tidak boleh berputar pada orang orang-orang kaya saja. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Hasyr [59]: 7,
Artikel Terkait
Kekayaan Diragukan Netizen! Berikut Sumber Penghasilan Juragan 99 " Crazy Rich Malang"
Crazy Rich Versi Sahabat Rasulullah SAW, Doni Salaman dan Indra Kenz Hampir Ikuti Kisahnya
Kisah Pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum
Kisah Operasi Penumpasan Pemimpin Yahudi Ka’ab al-Asyraf