milenial

Mengapa Isu Sara Selalu Menguat dalam Pemilu?

Minggu, 30 Juni 2024 | 19:07 WIB
https://Facebook.com (Topmedia.co.id/Istimewa)

Penulis: M Rifki Ferdian (Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam PKSDU Serang)

TOPMEDIA.CO.ID - Isu suku, ras, adat dan agama atau Sara bukan fenomena baru di Indonesia. Isu ini selalu menguat menjelang pemilihan 5 tahun sekali pergantian kepala daerah. 

Isu ini juga diprediksi tetap ada pada Pilkada serentak, tanggal 11 November tahun 2024. Lantas, mengapa isu ini tetap ada? tak lain tak bukan disebabkan para calon kepala daerah menilai isu ini efektif untuk meraup suara.

Memori publik tentu masih ingat kasus pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 silam. Survei Populi Center menyebutkan, sekitar 71% warga Jakarta mengaku khawatir semakin menguat nya isu Sara ini.

Baca Juga: Perspektif dan Kontribusi Generasi Muda pada Perkembangan Pancasila di Era Modern

Pada Pilkada DKI Jakarta putaran pertama berlangsung, isu SARA yang muncul antara lain terdapat himbauan untuk tidak memilih calon non muslim dan masalah tidak mensalatkan jenazah. Selain memisahkan masyarakat, isu SARA juga membuat masyarakat terintimidasi.

Ketika isu SARA dan politik identitas menguat maka dapat disimpulkan ada yang merasa terintimidasi, imbasnya kebebasan pendapat menjadi terhalang disebabkan rasa takut. Keduanya sengaja dibuat untuk menunjukkan bahwa kelompoknya paling hebat dan benar, yang lain tidak. Hal ini menimbulkan perpecahan panjang yang sia-sia.

Isu sara harusnya tak boleh lagi ada pada Pilkada nanti. Para calon kepala daerah harus memikirkan konsekuensi jangka panjang dari isu ini. Terlebih, negara kita sendiri sudah memiliki pasal untuk menjerat isu SARA, yakni pasal 69 Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 Tentang pemilihan Kepala Daerah.

Baca Juga: Mendapat SK Dari Prabowo, Raffi Ahmad dan WH Berikan Dukungan Untuk Andra-Dimyati Natakusumah

Dalam aturan itu menyebutkan pada pelaksanaan Kampany dilarang melakukan penghinaan kepada seseorang, agama, suku, ras,dan golongan terhadap calon kepala daerah. Dalam pasal yang sama ,Kampanye juga dilarang menghasut, memfitnah,mengadu domba dalam partai politik, perseorangan dan atau kelompok masyarakat. 

Alih-alih isu sara, lebih baik adu gagasan isi kepala, biarlah rakyat yang menilai. Lagipula, kita memilih kepala daerah yang merangkul semua golongan, bukan pemimpin komunitas satu golongan.

Semoga pilkada yang akan datang menggunakan cara politik yang sehat dan juga sportivitas yang tinggi dan setelah pemilihan, kita tetap menjadi Indonesia yang tangguh lagi semakin rukun seperti yang diharapkan para pendahulu kita.***

Tags

Terkini