TOPMEDIA.CO.ID - Undang undang Nomor 32 Tahun 2002 yang berisi tentang penyiaran dapat mengakomodasikan peralihan dari sistem penyiaran analog ke digital, namun digantikan dengan RUU penyiaran.
Tujuannya dari digantikannya dengan RUU penyiaran yang baru yaitu supaya para konten kreator mengurangi aktivitas seperti jurnalis, sineas,bdan wawancara.
Banyak para mahasiswa dan para konten kreator yang melakukan demo 'Tolak RUU Penyiaran'.
Bagaimana tidak demo karena pemerintah dengan RUU penyiaran ini melarang keras penayangan jurnalisme investigasi.
Sedangkan banyak para jurnalisme investigasi yang berhasil membongkar kejahatan pejabat pejabat.
Alasan pemerintah tentang merevisi UU No 32 Tahun 2002 karena sudah tertinggal zaman dimana UU tersebut waktu dulu hanya bisa mengatur TV dan radio, dan lembaga yang mengaturnya adalah KPI.
Sedangkan dizaman sekarang ini sudah banyak over the top (OTT) platform yang banyak manusia lebih aktif dalam bermain media sosial dan membuat karya-karyanya sendiri.
Baca Juga: Bikin Heboh, Kasus Korupsi PT Emas Antam Capai 109 Ton, Kerugian Negara Capai Ratusan Triliun
Alasannya pemerintah perlu sama sama memberikan edukasi yang baik baik bagi masyarakat.
Dan draf RUU ini definisi penyiaran diperluas dan KPI jadi mempunyai wewenang untuk mengurus konten konten yang ada di media digital.
Sebenarnya memang bagus karena undang undang yang sudah lama harus diperbaharui.
Namun dalam isi pasal RUU penyiaran ini lebih ke mengekang kebebasan berekspresi para konten kreator dalam dunia digital.
Banyak permasalahan dalam RUU ini bagi para konten kreator ada timpang tindih dengan UU ITE dan mengambil dewasa pers, LSF (lembaga sensor film) dan lainnya.
Jika RUU ini terapkan ada dampaknya terhadap para konten kreator ?