Penulis: Deni Hermawan (Mahasiswa Ilmu Hukum Unpam PSDKU Serang)
TOPMEDIA.CO.ID - Kekerasan terhadap perempuan merupakan isu hukum yang telah lama menjadi perhatian di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Meskipun berbagai upaya hukum telah dilakukan, seperti undang-undang yang mengatur perlindungan terhadap perempuan, kenyataannya kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi. Fenomena ini mencerminkan adanya kesenjangan antara hukum yang ada dengan realitas yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini, perspektif Pancasila dapat menjadi panduan untuk memperbaiki dan menegakkan hukum yang lebih adil dan berpihak pada korban.
Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, mengandung nilai-nilai luhur yang bisa dijadikan acuan dalam penegakan hukum di Indonesia. Pancasila terdiri dari lima sila yang masing-masing memiliki makna mendalam yang relevan dengan isu kekerasan terhadap perempuan. Sebagai contoh, sila pertama, "Ketuhanan Yang Maha Esa", mengajarkan bahwa setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, harus dihargai dan dilindungi hak-haknya sebagai makhluk Tuhan. Ini mencakup hak perempuan untuk hidup bebas dari kekerasan.
Sila kedua, "Kemanusiaan yang adil dan beradab", memberikan landasan moral bahwa setiap tindakan kekerasan, termasuk kekerasan terhadap perempuan, adalah tindakan yang tidak beradab dan melanggar harkat kemanusiaan.
Kekerasan terhadap perempuan tidak hanya merusak tubuh korban, tetapi juga merusak martabat dan kemanusiaan mereka. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan harus didasarkan pada rasa keadilan yang mengutamakan pemulihan martabat perempuan sebagai manusia yang setara dengan laki-laki.
Sila ketiga, "Persatuan Indonesia", mengajarkan kita bahwa keberagaman, termasuk gender, harus dihormati dan disatukan dalam harmoni. Kekerasan terhadap perempuan, apalagi yang berbasis gender, jelas bertentangan dengan prinsip persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam hal ini, masyarakat dan negara harus bersama-sama memerangi kekerasan terhadap perempuan dengan menegakkan hukum yang tegas dan mengedepankan kebersamaan dalam pemberantasan kekerasan.
Baca Juga: Diskon Token Listrik PLN Sudah Berlaku Mulai 1 Januari 2025, Pelanggan Dapat Jumlah 2 Kali Lipat
Selanjutnya, sila keempat, "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan", mengajarkan bahwa negara harus memperhatikan suara rakyat, termasuk perempuan, dalam setiap proses pembuatan kebijakan.
Oleh karena itu, dalam merumuskan hukum yang mengatur perlindungan terhadap perempuan, negara harus melibatkan perempuan dalam pembentukan kebijakan hukum tersebut. Dengan demikian, hukum yang dihasilkan akan lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan dan dapat lebih efektif dalam melindungi mereka dari kekerasan.
Sila kelima, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", adalah sila yang paling relevan dengan penegakan hukum terhadap kekerasan terhadap perempuan. Keadilan sosial mengharuskan agar perempuan, sebagai bagian dari rakyat Indonesia, mendapat perlindungan yang setara dengan laki-laki. Dalam hal ini, penegakan hukum yang lebih tegas dan adil diperlukan agar perempuan dapat merasakan rasa aman dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan.
Baca Juga: Diharapkan Aktif Kegiatan Masyarakat, Karangtaruna Unit BIP Diresmikan
Namun, meskipun Pancasila telah memberikan panduan yang jelas tentang keadilan dan perlindungan hak asasi manusia, masih terdapat tantangan dalam implementasinya.