Sebut Tarif Resiprokal Donald Trump Tak Masuk Akal, Sri Mulyani : Semua Ekonom Tak Bisa Memahami

photo author
- Selasa, 8 April 2025 | 21:30 WIB
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani pada acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa, 8 April 2025. (YouTube.com / Sekretariat Kabinet)
Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani pada acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Selasa, 8 April 2025. (YouTube.com / Sekretariat Kabinet)

TOPMEDIA.CO.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut aturan tarif resiprokal oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump terhadap puluhan negara termasuk Indonesia, adalah kebijakan yang tidak masuk akal.

Sri Mulyani menilai, kebijakan tarif resiprokal Trump itu tidak memiliki dasar ekonomi yang jelas.Menkeu RI itu menyoroti perhitungan tarif tersebut tidak dapat dipahami bagi para ekonom.

"Tarif resiprokal yang disampaikan oleh AS terhadap 60 negara menggambarkan cara perhitungan tarif tersebut yang saya rasa semua ekonom yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami," tutur Sri Mulyani saat Sarasehan Ekonomi di Jakarta, pada Selasa, 8 April 2025.

Baca Juga: Pemutihan Tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor Dimulai 10 April 2025, Gubernur Banten Cek Kesiapan Pelayanan di Seluru Samsat

Sri Mulyani menuturkan, kebijakan tarif resiprokal Trump lebih didasarkan pada kepentingan untuk menutup defisit AS.

"Itu artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain, tidak ada landasan ilmu ekonominya," terangnya.

Di sisi lain, Menkeu RI itu mengklaim kebijakan tarif itu justru menambah risiko ketidakpastian yang besar.

Sri Mulyani kemudian membeberkan ketidakpastian itu sejak 1 April 2025, ketika AS mengeluarkan executive order yang menetapkan tarif 10 persen untuk Kanada dan 25 persen untuk energi, serta 25 persen untuk Meksiko dan 10 persen untuk China.

Baca Juga: Usai Pangkas Anggaran Rp306 Triliun, Presiden Prabowo: Banyak Pejabat Belum Punya Mobil Dinas 6 Bulan Harus Kerja Bakti

"Itu telah mengubah seluruh tatanan perkawanan, kemudian muncul executive order yang baru tanggal 4 Maret persis sebulan yang lalu untuk menambah China 20 persen dan Kanada melakukan retaliasi setelahnya," bebernya.

"Salah satu yang perlu kita perhatikan di dalam kita mengelola ekonomi kita agar tidak terus menerus terkaget-kaget, tetapi pada saat yang sama kita tetap waspada," tungkasnya.*

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ikawati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

CMSE 2025 Usung Tema Pasal Modal Untuk Rakyat

Jumat, 17 Oktober 2025 | 18:52 WIB
X