KPU RI: Jangan Terpengaruh Quick Count, Tunggu Hasil Resmi KPU

photo author
- Rabu, 15 Februari 2017 | 22:11 WIB
Ketua KPU RI, Juri Ardiantoro. (Foto: Net)
Ketua KPU RI, Juri Ardiantoro. (Foto: Net)

JAKARTA, TOPmedia - Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Juri Ardiantoro mengimbau masyarakat tidak terpengaruh oleh quick count. Warga diharapkan tetap menunggu hasil real count dari KPU.

"Quik count itu tadi saya sudah sampaikan merupakan gambaran awal orang untuk mengetahui gambaran hasil Pilkada atau pemilu. Mereka punya metodologi ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan. Tapi yang juga penting diketahui masyarakat adalah, hasilnya nanti saja," ujarnya saat ditemui di kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2017).

"Saya mau beri tahu masyarakat bahwa hasil pastinya nanti saja tunggu real count KPU yang menetapkan dan waktunya sudah ditetapkan," tambahnya.

Juri mengatakan, lembaga survei yang menggelar quick count itu tidak menggambarkan seluruh tempat pemungutan suara yang ada. "Karena itu hanya beberapa TPS dengan mengunakan metode ilmiah yang mereka mau 'potret'," kata Juri.

Untuk hasil resmi dari KPU sendiri, kata Juri, masih membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini dikarenakan KPU memerlukan waktu untuk mengumpulkan data dari tiap TPS seluruh Indonesia.

Itu pun rekapitulasi dilakukan dengan urutan tingkatan berjenjang mulai dari Kecamatan, Kabupaten/ Kota hingga Provinsi. "Harus diisi dulu formulir C1, baru diberikan ke Kabupaten. Malam ini sudah (hasil sementara diketahui)," kata Juri.

Dia mengimbau semua paslon dan pendukung paslon harus paham bahwa pemenangnya hanya ada satu. Mereka harus siap menerima hasilnya.

"Tentu imbauan kita semua adalah semua kontestan dan semua orang sudah paham Pilkada itu pasti pemenangnya satu. Calon kemungkinannya ada dua, menang atau kalah. Jadi kalau kalah ya harus siap terima," ujarnya.

Bagi lembaga survei, Juri berharap mereka mengumumkan hasil yang benar. Sebab, jika tidak, akan ada sanksi etika yang diterima.

"Mereka harus mengetahui persyaratannya, sehingga kalau ada pelanggaran atau penyelewengan yang tak bisa dipertanggungjawabkan, mereka bisa diadili. Sampai sejauh ini, masih sanksi etika, tidak pidana," tutupnya. (Detik.com/Red)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X