TOPMEDIA.CO.ID - Politik dinasti selalu menjadi perbincangan publik ketika memasuki musim Pemilihan Kepala Daearah (Pilkada).
Perbincangan itu terkadang membuat publik khawatir atas terjadinya praktik kecurangan selama proses perhelatan Pilkada 2024 mendatang.
Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem menilai politik dinasti membuat demokrasi yang ada di Tanah Air tidak sehat.
Bukan tanpa asalan, menurut Khoirunnisa kecurangan Pilkada 2024 adanya potensi dinasti politik, calon tunggal hingga netralitas ASN.
"Kita bisa melihat praktik yang selama ini berjalan, menurut saya sangat tidak sehat untuk kondisi demokrasi Indonesia," jelasnya.
Hal itu dikemukakan saat dirinya berada di diskusi yang mengusung tema 'Kecurangan Pilkada 2024', di rumah belaja ICW, Jakarta Selatan, Selasa, 12 Agustus 2024 lalu.
Kontestasi Pilkada, kata Khoirunnisa, seharusnya dapat menjadi ajang pertarungan gagasan dan adu ide antar pasangan calon.
Dengan landasan hal tersebut, Khoirunnisa mengajak masyarakat dapat berkonsolidasi untuk memastikan politik dinasti tidak meluas dan menjadi tren baru di Indonesia. Hal ini demi proses demokrasi yang baik dapat tercipta dalam ajang Pilkada 2024.
Agar mengetahui lebih jauh, mari mengintip politik dinasti yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia.
Tren Politik Dinasti di Indonesia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nagara Institute pada tahun 2020, terdapat 59 kepala daerah yang menyandang status politik dinasti sejak tahun 2005 hingga 2015.
Selanjutnya dalam kurun waktu dari tahun 2015 hingga 2018, terdapat 86 kepala daerah yang terlibat dalam praktik politik dinasti.
Pada Pilkada 2020, jumlah calon kepala daerah yang terpapar politik dinasti mencapai 124 calon.