TOPMEDIA.CO.ID - Ketua DPD SPN Provinsi Banten Intan Indria Dewi meminta kepada Pemerintah pusat untuk segera merevisi PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan.
Termasuk kepada Gubernur Banten untuk menggunakan hak diskresinya, sebagai bagian dari otonomi daerah.
Menurutnya, hal itu menyikapi polemik yang terjadi dilapangan, banyak daerah yang kebingungan dalam menentukan kenaikan UMP/UMK tahun 2022 kemarin.
Satu sisi buruh memiliki cara sendiri dalam perhitungan kenaikan UMP/UMK tahun 2022, serupa pemerintah. Namun, hasilnya berbeda.
Disisi lain, PP 36 tahun 2021 sampai saat ini masih terus dievaluasi, sementara Undang-undang diatasnya UU Omnibus Law yang dianggap Mahkamah Konstitusi (MK) inkonstitusional.
Maka,sambung Intan, sudah sepatutnya Pemerintah untuk segera merevisi PP tersebut.
"Iya, iya betul (agar segera direvisi menghindari polemik dibawah)," katanya, Kamis (3/2).
Sambung Intan, dengan dibatalkannya UU Omnibus Law oleh MK, itu artinya UU Omnibus Law sudah menyatakan inkonstitusional.
Dengan begitu, segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, seharusnya tidak lagi menggunakan PP 36 atau turunannnya dari UU Omnibus Law.
"Sudah dinyatakan inkonsistensional, jadi cacat formil," kata Intan.
Jangan sampai, kata dia, jika Pemerintah terus berpatokan pada PP 36, justeru akan membuat blunder daerah, buruh dan daerah selalu berbeda pendapat dalam ketentuan UMP/UMK pada tahun-tahun selanjutnya.
Menurutnya, seharusnya dengan dikeluarkannya keputusan MK terkait UU Omnibus Law tersebut, tidak perlu lagi dipertanyakan.
"Karena jelas, segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, itu seharusnya tidak menggunakan PP 36 atau turunannnya cipta kerja, yang mana UU cipta kerja tersebut sudah dinyatakan inkonsistensional, jadi cacat formil," kata Intan.
Disisi lain, sambung Intan, pihaknya juga berharap kepada Gubernur Banten, untuk bisa menggunakan hak diskresinya, sambil menunggu PP 36 tahun 2021 direvisi dan tidak perlu harus menunggu selama dua tahun.
"Makanya terkait kewenangan dan tugas Gubernur terkait diskresi itu, bisa dilakukan. Kenapa harus menunggu dua tahun sampai PP itu (direvisi). Padahal, jelas sudah diamanahkan, itu merupakan hak istimewa lho seorang kepala daerah untuk mengambil kebijakan, diluar aturan ataupun dengan dasar untuk menghindari adanya kekacauan, mengisi kekosongan hukum. Itu salah satu kewenangan Gubernur, hak istimewa. Sekarang hak otonomi daerah dimana kalau menunggu yang pusat," tandasnya.***